Monday, March 14, 2022

Hakikat Kemenangan





Sesungguhnya setiap kemenangan telah di tentukan oleh Allah pada setiap masa dan waktu, pada setiap diri ataupun kelompok, di lembah atau di pegunungan dilaut atau daratan. Akan tetapi setiap kemenangan membutuhkan persiapan, persiapan diri agar dapat menjemput kemenangan yang telah di tentukan oleh Allah dengan perjuangan dan pengorbanan yang maksimal, dengan adanya persiapan seseorang akan merasa bahagia ketika dirinya meraih kemenangan, bahwa ada kesungguhan yang hadir dalam diri bahwa yang dilakukan selama ini adalah buah keseriusan menaati Allah dan Rosul-Nya.

kita membutuhkan kepemimpinan yang adil dalam menentukan sikap dan memperbudak nafsu agar nafsu tidak semena mena mengontrol hati dan fikiran serta keimanan, karena pada hakikatnya hati adalah raja yang siap mengatur strategi peperangan melawan kerusakan dalam diri.

Yakinlah akan kemenangan seorang muslim, karena pada hakikatnya peperangan itu tidak akan pernah berhenti sampai kita kembali ke asal kita, yaitu tanah itu sendiri, maka mengenali musuh adalah salah satu cara terbaik dalam memulai peperangan dan mengatur strategi untuk menyambut kemenangan, musuh yang tidak akan pernah menyerah sampai kita menjadi pengikutnya ialah Iblis dan bala tentaranya yang senantiasa membisikan pada kehancuran dan kenistaan serta dosa, maka musuh ini akan terus berupaya menggiring kaum muslimin kedalam kebinasaan, maka perangilah iblis itu sebagaimana engkau telah berhadapan dengan musuh dan menghunuskan pedang didepanya, karena pada hakikatnya mereka akan merebut kemenanganmu dengan segera, mengintaimu ketika engkau lengah, dan menemani setiap perjalananmu untuk menumbuhkan benih benih keragu-raguan tentang hakikat kehidupan.

Jangan pernah menyerah dengan tipu muslihat dan konspirasinya, ia yang telah membuat dirimu lemah dengan panah panah bisikanya, ia yang telah menyayat dengan pedang pedang beracun yang menggelapi hatimu, ia akan senantiasa mengarahkan pandanganmu bukan pada tujuan hidupmu, ia menjadikan kabur pandanganmu pada kenikmataan istirahat sesaat dari peperangan, jangan berhenti dari perjalanan perang yang panjang ini, karena perang ini akan terus berlanjut sampai akhir zaman, maka jadilah engkau salah satu prajurit didalamnya, yang kelak dirimu akan meraih kemenangan di surga-Nya Allah.

Wallahu a'lam

-amirudin-

Friday, September 25, 2020

Tergenang di Sanubari

    

Cinta selalu menawarkan keindahan dalam setiap perjumpaan, ia menjadi pelumas yang hadir untuk memudahkan perjalanan perasaan untuk sampai ke sanubari, cinta juga menawarkan akan keberpihakan hati untuk selalu menerima apa yang terus menerus menghantamnya, entah itu sebuah kebahagiaan ataupun mungkin kesukaran yang sesungguhnya adalah rahasia kebahagiaan yang saat ini tertunda.


hadirmu dalam kehidupanku memberi warna yang indah dan baru, memberi bias yang tidak menyilaukan mata, bahkan selalu memberi ruang agar diri terus menerus bisa tetap tegar dan beridiri dengan keistiqomahan yang telah lama diharapkan dan terus menerus di do'akan, agar senantiasa menjamah hati yang kadang keruh karena nafsu, atau sekedar menambah semangat diri yang kadang kian layu karena rayuan keindahan dunia yang terus menerus menerpa tidak pernah jemu.

Allah menghadirkan dirimu diwaktu yang tepat, dimana hati ini butuh pundak untuk bertengger dan membutuhkan lambaian tangan untuk ku genggam, hanya saja diri ini masih belum mampu meraih semua itu karena keterbatasan diriku untuk menjemput dirimu yang sekian hari sekian menggenang di sanubari, engkau saat ini menjadi penawar yang denganya aku dapat melihat nya secara nyata, akan tetapi itu tidaklah menjadikan diriku lelah dalam menanti, sampai waktu mempertemukan kita di waktu yang indah seperti didalam mimpi.

Engkau yang tergenang disanubari, cintailah Allah melebihi apa yang engkau cintai dari segala yang engkau cintai didunia ini, dengan hal itu akan menambah kekuatan cintaku padamu, dan Allah pun akan meneguhkan hatimu pada satu cinta yang engkau harapkan selama ini, cinta yang denganya engkau meraih cinta sang Pemilik Cinta, yaitu Allah Azza wa jalla, jangan terlalu tergesa gesa dalam menuliskan kisah cintamu, karena Allah yang mengatur kisahmu dan skenario hatimu, engkau dan diriku hanya mengikuti alur yang telah ditetapkan Allah, kemudian istiqomah di dalamnya, serta terus menerus berdo'a agar kelak kita bisa berjumpa didunia dalam ikatan pernikahan yang sempurna, dan dipertemukan kembali di Surga-Nya yang tidak ada lagi duka dan lara.

-amirudin-

Saturday, March 16, 2019

Syukur Seperti Nabi Sulaiman, Tabah Seperti Nabi Ayyub Alaihissalam


نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“sebaik-baik hamba, sesungguhnya ia adalah orang yang amat taat.”
Betapa sering kekayaan dan hidup berkecukupan membuat manusia lalai dan takabur. Betapa banyak pula kemiskinan dan musibah membuat manusia abai dan kufur. Maka Allah mengisahkan tentang hamba-hamba terbaiknya dengan seluruh variasi ujian yang dihadapinya, untuk menjadi teladan bagi manusia sepanjang zaman. Agar tak ada lagi yang pantas malas ibadah karena hidup terlalu nyaman. Tak ada pula yang layak meninggalkan ketaatan, lantaran menyandang hidup kesusahan.
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Saya membaca al-Qur’an, dan saya dapatkan sifat Nabi Sulaiman alaihis salam, meskipun menyandang segala kesejahteraan, beliau digelari oleh Allah, “Sebaik-baik hamba, sesungguhnya ia adalah orang yang amat taat.” Dan saya dapatkan sifat Nabi Ayub alaihissalam, meskipun diuji dengan segala cobaan berat yang dialaminya, beliau juga menyandang gelar ni’mal ‘abdu innahu awaab,’ sebaik-baik hamba, sesungguhnya ia adalah orang yang taat. Keduanya disifati dengan gelar yang sama meskipun latar belakang keduanya sangat berkebalikan, yang satu sejahtera dan yang kedua menanggung ujian derita.”

Kuat Iman Meski Hidup Berkecukupan

Adapun Nabi Sulaiman alaihis salam, beliau hidup sejahtera dan serba kecukupan. Beliau menyandang segala kenikmatan duniawi. Tubuh yang sehat perkasa, nyaris tanpa cela. Kerajaan yang sulit dicari bandingannya sepanjang zaman. Kekayaan melimpah yang sulit dihitung nilainya, dan kekuasaan yang tak diberikan kepada siapapun selainnya. Ini sebagai pengabulan doa beliau,
Ia berkata, “Wahai Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi”. (QS. Shaad: 35)
Tentang kekuasaannya, Imam al-Qurthubi menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Di hadapan singgasana Sulaiman ‘alaihis salam terdapat 6oo kursi, para pembesar di kalangan manusia duduk di dekat beliau. Kemudian di deretan berikutnya para pembesar dari golongan jin. Sekawanan burung juga diperintah untuk menaungi mereka. Beliau juga diberi kemampuan memerintah angin.” Disebutkan pula dalam banyak dalil, bahwa beliau mampu memahami bahasa hewan, sekaligus bisa memerintah mereka.
Tentang semegah apa istananya, Al-Hafizh Abu Nu’aim menyebutkan riwayat dari Wahab bin Munabih, bahwa istana Sulaiman alahissalam tersusun dari seribu lantai; lantai paling atas terbuat dari kaca, dan lantai paling bawah terbuat dari besi.
Namun semua kemewahan dan kemegahan itu disadari oleh Nabi Sulaiman sebagai ujian dari Allah, seperti perkataan beliau yang dikisahkan dalam al-Qur’an,
“Ini termasuk kurnia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).”  (QS. an-Naml: 60)
Maka beliau pergunakan seluruh fasilitas yang Allah anugerahkan kepada beliau untuk taat dan mengabdi kepada Allah. Akhirnya beliau dinyatakan lulus menghadapi ujian kekayaan dan kesejahteraan. Sebagaimana firman Allah,
“Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta’at(kepada Rabbnya).” (QS. Shaad: 30)
Maka alangkah nista, ketika ada manusia yang memiliki harta yang tak seberapa kaya, lalu sibuk diri dengan harta dan melalaikan ibadah seperti Qarun. Begitupun yang diuji dengan jabatan yang tak seberapa tinggi, lalu bertingkah pongah sebagaima Fir’aun, wal ‘iyaadzu billah.

Setabah Kesabaran Ayyub

Berbeda dengan Nabi Sulaiman, Nabi Ayyub menghadapi beratnya segala cobaan hidup. Tubuh yang digerogoti penyakit, kemiskinan yang menghimpit dan keterasingan karena dijauhi masyarakat yang tak tahan berdekatan dengan beliau yang sarat dengan penyakit. Pun begitu, hatinya sehat tanpa cacat. Tak ada keluhan yang terlontar selain mengeluh kepada Allah, tak ada buruk sangka yang terlintas dibenaknya. Yang ada hanyalah kesabaran dan zhan yang baik kepada Allah. Amat berat cobaan yang menimpa beliau. Syeikh Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam kitabnya Qishah Nabiyullah Ayyub alaihissalam menyimpulkan perkataan para ahli tafsir tentang firman Allah,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (QS al-Anbiya’ : 83)
Beliau mengatakan, “Pada mulanya Ayyub alaihis salam adalah seorang lelaki yang memiliki banyak harta, berupa tanah yang luas, hewan ternak dan kambing, yaitu pada sebuah belahan bumi yang bernama Tsaniyah, di Huran, yang terletak di negeri Syam. Ibnu Asakir berkata, “Semua lahan yang luas itu adalah miliknya, lalu Allah menguji dirinya dengan kehilangan semua harta tersebut. Beliau diuji dengan berbagai macam ujian yang menimpa tubuhnya, sehingga selain hati dan lisannya, tidak ada sejengkalpun dari bagian tubuhnya kecuali ditimpa penyakit. Dia selalu berzikir dengan kedua indra yang masih sehat tersebut, bertasbih kepada Allah siang dan malam, pagi dan sore. Akibat penyakit yang  dideritanya, seluruh temannya merasa jijik terhadapnya, sahabat karibnya menjauh darinya. Akhirnya beliau diasingkan pada sebuah tempat pembuangan sampah di luar kota tempat tinggalnya, dan tidak ada yang menemaninya kecuali istrinya, yang selalu menjaga hak-haknya dan membalas budi baik yang pernah dilakukan terhadap dirinya serta dorongan rasa belas kasihan padanya…”
Hingga pada akhirnya Allah menyembuhkan beliau dan menilai Nabi Ayyub lulus menghadapi ujian berat. Maka Allah berfirman,
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (QS. Shad: 44).
Maka tidak layak bagi seseorang yang diuji dengan sedikit kekurangan, ataupun ditimpa penyakit lantas menjauh dari ketaatan kepada Allah. Ketika seseorang diuji dengan penderitaan lalu ia bersabar, niscaya Allah akan mengentaskannya dari kesulitan dan akan mengganjarnya dengan pahala yang tak terbilang besarnya (bighairi hisaab). Semoga Allah anugerahkan rasa syukur atas nikmat dan sabar menghadapi ujian. Aamiin.

Monday, January 16, 2017

Mukmin Sejati Dia Yang Tidak Menghadiri Perayaan Non Muslim



Dalam surat Al-Furqan dijelaskan ciri-ciri ibadurrahman yaitu bagaimana karakteristik dari hamba Allah yang beriman dengan iman yang sejati. Salah satunya adalah tidak menghadiri atau ikut-ikutan “az-zuur”. AllahTa’ala berfirman,

والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما

“Dan orang-orang yang tidak menghadiri “az-zuur”, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Qs. Al-Furqan: 72)

Ulama berselisih mengenai tafsir “Az-zuur”. Ahli tafsir, At-Thabari rahimahullah, berkata,

اختلف أهل التأويل في معنى الزور الذي وصف الله هؤلاء القوم بأنهم لا يشهدونه, فقال بعضهم: معناه الشرك بالله.

“Ahli Tafsir berselisih mengenai makna “zuur”, mereka Allah mensifati ibadurrahman bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak menghadirinya. Sebagian ulama menjelaskan maknanya adalah (acara) kesyirikan kepada Allah” (Tafsir At-Thabari, 19/313, Syamilah).

Sebagian ulama mentafsirkan maknanya adalah janganlah menghadiri acara perayaan agama non-muslim seperti natal, acara kesyirikan seperti sesembahan kepada Nyi Roro Kidul dan lain sebagainya. Ahli tafsir, Al-Baghawi rahimahullah, menjelaskan,

والذين لا يشهدون الزور، قال الضحاك وأكثر المفسرين: يعني الشرك…. وقال مجاهد: يعني أعياد المشركين

“Mereka yang tidak menghadiri “az-zuur” . ditafsirkan oleh Adh-Dhahaak dan mayoritas mufassirin yaitu: (menghadiri) acara kesyirikan… Mujahid menafsirkan yaitu: (menghadiri) perayaan agama orang musyrik.” (Tafsir Al-Baghawi 3/459)

Di Negara kita Indonesia ada banyak sekali acara perayaan agama non-muslim karena memang ada banyak agama yang diakui di negara kita. Karena tidak selayaknya seorang yang mengaku beriman, ikut-ikutan menghadiri acara perayaan agama non-muslim misalnya natal acara keagamaan kaum nashrani. Walaupun dengan alasan:

Dengan niat atau sekedar berkedok toleransi umat beragama
Tidak enak karena keluarga atau teman
Beranggapan sekedar formalitas saja
Menyesuaikan dengan waktu dan tempat, jika di mana Islam minoritas maka boleh ikut-ikutan

Semua alasan ini tidak benar. Wajib menjaga aqidah kita dan kaum musliman sebagai orang yang beriman agar tidak ikut merayakannya atau sekedar mengucapkan selamat pada perayaan non-muslim. Demikian semoga bermanfaat


Penyusun: Raehanul Bahraen
Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, S1 Kedokteran Umum UGM, dosen di Universitas Mataram, kontributor majalah "Kesehatan Muslim"
Artikel Muslim.or.id

Takutnya Iblis Kepada Ahli Ilmu


Diriwayatkan bahwa seseorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di biaranya yang terletak di atas gunung. Pada suatu hari sebagaimana bisa dia keluar dari tempat ibadahnya untuk berkeliling merenungkan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala di sekitar tempat ibadahnya. Di sela-sela dia berkeliling ini, dia melihat di jalan sesosok manusia yang menebarkan bau tidak sedap darinya. Ahli ibadah itu berpaling menuju ke tempat lain, sehingga dia terlindungi dari tercium bau ini. Ketika itu setan menampakkan diri dalam bentuk seorang laki-laki shalih yang memberi nasihat. Setan berkata kepadanya, “Sungguh amal-amal kebaikanmu telah menguap (sirna), dan persediaan amal kebaikanmu tidak dihitung di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Lantas si ahli ibadah persediaan amal kebaikanmu tidak dihitung di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Lantas si ahli ibadah bertanya, “Mengapa?” Dia menjawab, “Karena engkau enggan mencium bau anak cucu Adam semisal kamu.” Ketika wajah si ahli ibadah terlihat sedih, setan pun pura-pura merasa kasihan dan memberinya nasihat, “Jika engkau ingin agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni kesalahanmu, saya akan memberi nasihat kepadamu agar engkau mencari tikus gunung, lalu engkau gantungkan tikus itu di lehermu seraya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sepanjang hidupmu. Si ahli ibadah yang bodoh ini pun melaksanakan nasihat setan yang sengaja mencari kesempatan ini. Selanjutnya, si ahli ibadah memburu tikus gunung. Dia pun terus-menerus beribadah dengan membawa najis dari enam puluh tahun sampai dia meninggal dunia (semua ibadahnya pun tidak sah).

Terdapat riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengomentari kisah tersebut, “Suatu masalah ilmiah –atau majelis ilmu- lebih baik daripada beribadah enam puluh tahun.”

Diriwayatkan dari Syaikh Abdul Qadir al-Jailani rahimahullah bahwa pada suatu hari beliau sedang berjalan di tempat lapang, tiba-tiba muncul cahaya terang di ufuk, kemudian dia mendengar suara memanggil, “Wahai Abdul Qadir saya adalah Rabbmu. Sungguh, telah aku halalkan untukmu semua hal-hal yang haram.” Lantas Abdul Qadir berkata, “Enyahlah kau, wahai makhuk terkutuk!” Seketika itu, cahaya tersebut berubah menjadi gelap. Tiba-tiba muncul suara mengatakan, “Wahai Abdul Qadir! Sungguh, engkau telah selamat dariku lantaran pengetahuanmu tentang Rabbmu dan ilmu fikihmu. Sesungguhnya aku telah menyesatkan tujuh puluh orang dari kalangan ahli ibadah senior dengan cara seperti ini. Seandainya tidak karena ilmu, pastilah aku dapat menyesatkanmu seperti mereka.”

Diriwayatkan bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam pada suatu hari berdiam di atas gunung. Lantas Iblis mendatanginya dan berkata kepadanya, “Bukanka engkau mengatakan bahwa manusia yang telah dikehendaki mati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, pastilah dia mati?” Nabi Isa ‘alaihissalam menjawab, “Iya.” Iblis bertanya lagi, “Kalau tidak?” Dia menjawab, “Tidak akan mati.” Ketika itu Iblis –laknat Allah atasnya- berkata kepada Nabi Isa ‘alaihissalam, “Kalau demikian, lemparkanlah dirimu dari atas gunung. Apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki engkau mati, amak engkau akan mati. Dan jika Dia tidak menghendaki, maka engkau tidaka kan mati.” Lantas Nabi Isa berkata kepadanya, “Enyahlah kau, wahai makhluk terkutuk! Sesungguhnya Allah-lah yang menguji hamba-Nya. Sedangkan hamba-Nya tidak berhak menguji-Nya.”

Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pada suatu hari sedang duduk di majelis pengajiannya. Tiba-tiba Iblis –laknat Allah untuknya- ikut duduk di antara murid-murid Imam Syafi’i dalam rupa seorang laki-laki seperti mereka, kemudian dia mengajukan pertanyaan sebagai berikut, “Bagaimana pendapatmu mengenai Dzat yang menciptakanku sesuai kehendak-Nya dan Dia menjadikanku sebagai hamba sesuai kehendak-Nya. Setelah itu, jika Dia berkehendak, Dia memasukanku ke dalam surga. Jika Dia berkehendak, Dia memasukanku ke dalam neraka. Apakah Dia berbuat adil atau berbuat zhalim dalam hal tersebut?” Berkat cahaya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Imam Syafi’i dapat mengenali Iblis, lantas beliau menjawabnya dengan mengatakan, “Hai kamu! Jika Dia menciptakanmu sesuai apa yang engkau kehendaki, maka Dia berbuat zhalim kepadamu. Jika Dia menciptakanmu sesuai apa yang Dia kehendaki, amak Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan-Nya.”

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil berpuasa selama tujuh puluh tahun. Setiap tahunnya hanya tujuh hari dia tidak berpuasa. Lantas dia memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaagar diperlihatkan bagaimana setan menggoda manusia. Ketika sampai waktu yang cukup lama dia masih saja tidak melihat hal tersebut, maka dia berkata, “Seandainya saya meneliti kesalahan-kesalahanku dan dosa-dosaku kepada Rabbku niscaya lebih baik dari apa yang saya mohon ini.” Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus malaikat kepadanya, lalu malaikat berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusku. Dia berkata kepadamu, ‘Sesungguhnya perkataan yang baru saja engkau ucapkan lebih Kucintai dari pada ibadahmu yang telah lalu. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuka tabir matamu, maka lihatlah!’.” Lalu dia pun dapat melihat. Ternyata bala tentara Iblis mengelilingi bumi. Dengan demikian, tidak ada seorang pun melainkan dikerubuti setan sebagaimana lalat mengerubuti bangkai. Lantas dia berkata, “Wahai Rabbku! Siapakah yang dapat selamat dari hal ini?” Rabb menjawab, “Orang yang mempunyai wara dan lemah lembut.”

Dikatakan bahwa di pagi hari Iblis mengumumkan kepada bala tentaranya di bumi. Ia berkata, “Barangsiapa menyesastkan seorang muslim, maka saya akan memakaikan mahkota kepadanya.” Lalu salah satu dari bala tentara setan berkata kepadanya, “Saya terus-menerus menggoda si fulan sehingga dia menceraikan istrinya.” Iblis berkata, “Ia hampir menikah.” Bala tentara lain lapor, “Saya terus-menerus menggoda si fulan sehingga dia durhaka kepada orang tuanya.” Iblis berkata, “Dia hampir berbakti kepada kedua orang tuanya.” Bala tentara lain lagi berkata, “Saya terus menerus menggoda si fulan sehingga dia berbuat zina.” Iblis berkata, “Bagus kamu.” Bala tentara lain lagi berkata, “Saya terus menerus menggoda si fulan sehingga dia minum arak.” Iblis berkata, “Bagus kamu.” Bala tentara lain lagi berkata, “Saya terus-menerus menggoda si fulan sehingga dia membunuh.” Iblis menjawab, “Bagus, kamu, kamu.”

Dikatakan bahwa setan berkata kepada seorang perempuan, “Kamu adalah separuh dari bala tentaraku. Kamu adalah anak panah yang saya lemparkan yang tidak akan pernah meleset. Kamu adalah tempat rahasiaku. Kamu adalah utusanku untuk memenuhi kebutuhanku.”

Al-Hasan menceritakan bahwa ada sebuah pohon yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu seorang laki-laki mendatangi pohon tersebut seraya berkata, “Sungguh, saya akan menebang pohon ini.” Dia datang untuk meneabgn pohon ini dengna penuh amarah murni karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lantas Iblis menemuinya dalam bentuk manusia, lalu dia berkata, “Apa yang engkau inginkan?” Lelaki tersebut menjawab, “Saya ingin menebang pohon yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Iblis berkata, “Jika engkau tidak menyembah pohon ini, maka apakah orang yang menyembahnya mengganggumu?” Dia menjawab, “Sungguh, saya akan menebangnya.” Lalu setan berkata kepadanya, “Apakah kamu mau sesuatu yang lebih baik buatmu, yaitu kamu tidak menebangnya dan setiap hari kamu mau sesuatu yang lebih baik buatmu, yaitu kamu tidak meneabngnya dan setiap hari kamu mendapati dua dinar di bantalmu di pagi hari.” Dia bertanya, “Dari siapa dua dinar tersebut?” Setan menjawab, “Dariku untukmu.” Selanjutnya dia pulang. Dia pun menemukan dua dinar di bantalnya. Setelah itu, keesokan harinya dia tidak menemukan apa-apa di bantalnya, lalu dia bangkit dengan penuh emosi hendak menebang pohon. Lantas setan menjelma dalam bentuk manusia berkata, “Apa yang engkau inginkan?” Dia menjawab, “Saya ingin menebang pohon yang disembah selain AllahSubhanahu wa Ta’ala.” Setan berkata, “Kamu bohong. Kamu tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya.” Dia masih tetap pergi untuk menebang pohon, lalu setan membantingnya ke tanah dan mencekiknya sampai hampir mati. Lalu setan dengan penuh emosi murni karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka saya tidak mempunyai kemampuan untuk mengalahkanmu, maka saya menipu kamu dengan dua dinar, lalu aku tidak memberikan lagi. Ketika engkau datang dengan penuh emosi karean dua dinar, maka saya dapat menguasai kamu.”

Diceritakan bahwa Iblis –laknat Allah atasnya- pernah muncul di hadapan Fir’aun dalam bentuk seorang laki-laki ketika Fir’aun sedang di kamar mandi. Namun, Fir’aun tidak mengenalinya. Lantas Iblis berkata kepadanya, “Celaka kamu! Kamu tidak mengenaliku? Padahal engkaulah yang menciptakanku? Bukankah engkau adalah orang yang berkata, ‘Saya adalah Rabb kalian yang Maha Luhur?”

Iblis pernah muncul di hadapan Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Lalu Nabi Sulaiman berkata kepadanya, “Perbuatan apakah yang paling kamu sukai dan paling dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, pastilah saya tidak akan menyampaikan kepadamu bahwa saya tidak tahu apa ada sesuatu yang lebih saya sukai dari pada homoseks antara laki-laki dengan laki-laki lain dan lesbian antara perempuan dengan perempuan lain.’

Ada seseorang yang melaknat Iblis setiap hari seribu kali. Pada suatu hari ketika dia sedang tidur, dia didatangi seseorang yang membangunkannya. Dia berkata kepadanya, “Bangunlah, dinding ini akan roboh menimpamu.” Lalu orang tersebut berkata kepadanya, “Siapakah Anda? Kenapa Anda merasa kasihan kepada saya seperti ini?” Ia menjawab, “Saya adalah Iblis.” Dia berkata kepada Iblis, “Bagaimana bisa seperti ini padahal saya melaknatmu setiap hari seribu kali?” Iblis berkata, “Hal ini lantaran saya tahu kedudukan orang-orang yang mati syahid. Makanya, saya khawatir kamu termasuk di antara mereka sehingga engkau memperoleh kedudukan seperti mereka.”

Catatan: orang yang terkena reruntuhan dinding atau mati tergencet di bawah bangunan, maka dia dianggap mati syahid berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang-orang yang mati syahid ada lima, yaitu orang-orang yang terkena penyakit pes, orang yang sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang tertimpa reruntuhan, dan orang yang mati syahid di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Artikel www.KisahMuslim.com

Monday, January 9, 2017

Engkaukah Sang Qurrota A'yun



Bagaimana ciri-ciri istri yang penyayang atau yang disebut al wadud?

Dalam hadits disebutkan perintah untuk menikahi wanita yang penyayang.

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنِّى أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا قَالَ « لاَ ». ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ « تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ »

Dari Ma’qil bin Yasaar, ia berkata, “Ada seseorang yang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak.”

Kemudian ia mendatangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang.

Sampai ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketiga kalinya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

Yang dimaksud dengan wanita yang penyayang atau diistilahkan dengan al wadud adalah memberikan kasih sayang dan perhatian pada suaminya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam penjelasan hadits di atas memberikan dua sikap al wadudyaitu dalam perkataan itu lemah lembut dan berusaha tampil menawan di hadapan suami. Namun masih ada bentuk al wadud lainnya. Lihat Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 11: 27.
Lemah Lembut pada Suami

Istri yang penyayang adalah yang berkata santun di hadapan suami. Bukan dengan kata-kata kasar atau seringnya banyak menuntut, tak mudah bersyukur. Yang Allah perintahkan dalam Al Qur’an,

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al Hijr: 88). Ini pada orang beriman, apalagi di hadapan suami.

Tutur kata yang baik dianggap sebagai sedekah.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

“Tutur kata yang baik adalah sedekah.” (HR. Ahmad 2: 316 dan disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya secara mu’allaq -tanpa sanad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Dari ‘Adi bin Hatim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Selamatkanlah diri kalian dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik.” (HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1016)

Termasuk pula yang kami singgung di atas adalah istri banyak menuntut, tak mudah bersyukur. Karena model istri semacam ini yang menjadi sebab para wanita banyak masuk neraka. Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907).

Yang dimaksud kufur dalam hadits bukanlah maksudnya keluar dari Islam. Namun yang dimaksud adalah kufronul huquq, yaitu istri tidak mau memenuhi kewajiban terhadap suami. Jadi maksudnya bukanlah kufur terhadap Allah. Ini menunjukkan celaan bagi wanita yang dimaksud dalam hadits. Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 192.

Jadi, maksud hadits adalah celaan untuk wanita yang tidak mau bersyukur pada pemberian suami. Bahkan ini yang jadi sifat wanita, jika ia tidak diberi sekali padahal sudah sering keinginannya dipenuhi oleh suami, maka ia akan menggelari suaminya dengan gelarang suami yang pelit. Wanita itu berkata, “Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu.” Hujan setahun benar-benar tidak teranggap dikarenakan adanya kemarau sehari.
Berpenampilan Menawan di Hadapan Suami

Wanita saat ini bertingkah sebaliknya. Apalagi jika sudah menikah lama. Saat di hadapan suami berpenampilan pas-pasan, berbau kecut, enggan berdandan, berbau keringat, bahkan berbau asap yang tak sedap untuk didekati. Penampilan sebaliknya ketika keluar rumah, saat belanja atau menghadiri kondangan, cantiknya bagaikan bidadari surga dengan make-up yang tebal dan pakaian yang anggun menawan.

Padahal suami lebih berhak mendapatkan kecantikan tersebut. Orang lain tidak memberikan mahar pernikahan apa-apa pada istri. Tapi kok para istri lebih suka kecantikannya dipamerkan untuk pria lain di jalanan daripada suaminya sendiri? Ada apa ini?

Wanita terbaik adalah wanita yang selalu menampakkan kecantikan pada suaminya. Kecantikan itulah yang membuat suami senang dan tentram.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

As Sindiy mengatakan mengenai hadits di atas, yaitu wanita tersebut berpenampilan menawan secara lahir dan berakhlak baik secara batin.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al Mughni, “Disebut kecantikan di sini karena cantik itulah yang lebih menentramkan jiwa dan lebih menundukkan pandangan suami (tidak melirik pada wanita lain), itu pun akan menyempurnakan rasa cinta suami istri. Oleh karena itu dituntut adanya nazhor (memandangi calon pasangan) sebelum nikah.”

Jadilah wanita yang punya sifat al wadud yaitu penyayang. Dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan istri yang penyayang dengan al walud (punya banyak keturunan). Dikaitkan demikian karena istri yang penyayang membuat suami terus tentram padanya dan menginginkan darinya banyak keturunan.

Dari sini kita dapat ambil pelajaran pula bahwa yang dipentingkan adalah akhlak yang mulia karena yang dipilih adalah wanita yang penyayang. Sifat seperti ini dapat diketahui dari orang sekitarnya, tak mesti langsung dari si perempuan.

Wallahu waliyyut taufiq.


Selesai disusun saat kumandang azan Ashar, 6 Jumadats Tsaniyyah 1436 H di Darush Sholihin Gunungkidul

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Sunday, January 8, 2017

Untuk Mereka Yang Gampang Mengkafirkan Orang Lain.



"Bagaimana dengan orang yang sedang emosi kemudian mengatakan murtad, namun kemudian ia menyesal?"
Beliau menjawab, Jika memang seseorang yang memurtadkan orang lain tadi memang berdasarkan fakta dan memiliki bukti yang kuat, maka ia tidak berdosa. Diantara contoh bahwa seseorang itu bisa di katakan murtad adalah ia senang ketika mengolok-olok al-Qur’an. Alloh berfirman dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat yang ke 65-66 :

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka tentang apa yang mereka lakukan itu, tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. jika Kami memaafkan segolongan kamu lantaran mereka taubat, niscaya Kami akan mengazab golongan yang lain disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
Akan tetapi jika orang yang menuduh tadi tidak punya bukti yang kuat bahwa yang dituduhnya itu kafir, maka ia wajib bertaubat dan beristigfar kepada Alloh dan hendaknya pun meminta maaf kepada saudaranya yang telah ia kafirkan.

Nasehat kami hendaknya seseorang berhati-hati ketika berucap masalah kafir kepada saudara nya terutama jika belum terdapat bukti yang kuat bahwa saudara nya tersebut kafir. Imam Bukhori meriwayatkan bahwa Nabi bersabda :
لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ.
“Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang divonis tidak demikian.”
Adapun jika ia mengucapkan nya dengan emosi maka tetap ia berdosa, kecuali emosi tersebut menutupi akalnya. Sebagaimana yang Alloh jelaskan mengenai kisah Nabi Musa –alaihissalam- yang emosi melihat kaum nya kembali menyembah berhala-berhala, dalam surat Al-A’raf ayat 150, Alloh berfirman :
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? dan Musapun melemparkan luh-luh Taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya Harun sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, Sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan Hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim"
Demikian, wallohu a’lam.
Al Ustadz Ibrahim Bafadhol Hafizahullah