Beliau menjawab, Jika memang seseorang yang memurtadkan orang lain tadi memang berdasarkan fakta dan memiliki bukti yang kuat, maka ia tidak berdosa. Diantara contoh bahwa seseorang itu bisa di katakan murtad adalah ia senang ketika mengolok-olok al-Qur’an. Alloh berfirman dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat yang ke 65-66 :
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka tentang apa yang mereka lakukan itu, tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. jika Kami memaafkan segolongan kamu lantaran mereka taubat, niscaya Kami akan mengazab golongan yang lain disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
Akan tetapi jika orang yang menuduh tadi tidak punya bukti yang kuat bahwa yang dituduhnya itu kafir, maka ia wajib bertaubat dan beristigfar kepada Alloh dan hendaknya pun meminta maaf kepada saudaranya yang telah ia kafirkan.
Nasehat kami hendaknya seseorang berhati-hati ketika berucap masalah kafir kepada saudara nya terutama jika belum terdapat bukti yang kuat bahwa saudara nya tersebut kafir. Imam Bukhori meriwayatkan bahwa Nabi bersabda :
لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ.
“Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang divonis tidak demikian.”
Adapun jika ia mengucapkan nya dengan emosi maka tetap ia berdosa, kecuali emosi tersebut menutupi akalnya. Sebagaimana yang Alloh jelaskan mengenai kisah Nabi Musa –alaihissalam- yang emosi melihat kaum nya kembali menyembah berhala-berhala, dalam surat Al-A’raf ayat 150, Alloh berfirman :
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? dan Musapun melemparkan luh-luh Taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya Harun sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, Sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan Hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim"
Demikian, wallohu a’lam.
Al Ustadz Ibrahim Bafadhol Hafizahullah