Monday, January 9, 2017

Engkaukah Sang Qurrota A'yun



Bagaimana ciri-ciri istri yang penyayang atau yang disebut al wadud?

Dalam hadits disebutkan perintah untuk menikahi wanita yang penyayang.

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنِّى أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا قَالَ « لاَ ». ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ « تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ »

Dari Ma’qil bin Yasaar, ia berkata, “Ada seseorang yang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak.”

Kemudian ia mendatangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang.

Sampai ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketiga kalinya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

Yang dimaksud dengan wanita yang penyayang atau diistilahkan dengan al wadud adalah memberikan kasih sayang dan perhatian pada suaminya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam penjelasan hadits di atas memberikan dua sikap al wadudyaitu dalam perkataan itu lemah lembut dan berusaha tampil menawan di hadapan suami. Namun masih ada bentuk al wadud lainnya. Lihat Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 11: 27.
Lemah Lembut pada Suami

Istri yang penyayang adalah yang berkata santun di hadapan suami. Bukan dengan kata-kata kasar atau seringnya banyak menuntut, tak mudah bersyukur. Yang Allah perintahkan dalam Al Qur’an,

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al Hijr: 88). Ini pada orang beriman, apalagi di hadapan suami.

Tutur kata yang baik dianggap sebagai sedekah.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

“Tutur kata yang baik adalah sedekah.” (HR. Ahmad 2: 316 dan disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya secara mu’allaq -tanpa sanad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Dari ‘Adi bin Hatim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Selamatkanlah diri kalian dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik.” (HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1016)

Termasuk pula yang kami singgung di atas adalah istri banyak menuntut, tak mudah bersyukur. Karena model istri semacam ini yang menjadi sebab para wanita banyak masuk neraka. Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907).

Yang dimaksud kufur dalam hadits bukanlah maksudnya keluar dari Islam. Namun yang dimaksud adalah kufronul huquq, yaitu istri tidak mau memenuhi kewajiban terhadap suami. Jadi maksudnya bukanlah kufur terhadap Allah. Ini menunjukkan celaan bagi wanita yang dimaksud dalam hadits. Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 192.

Jadi, maksud hadits adalah celaan untuk wanita yang tidak mau bersyukur pada pemberian suami. Bahkan ini yang jadi sifat wanita, jika ia tidak diberi sekali padahal sudah sering keinginannya dipenuhi oleh suami, maka ia akan menggelari suaminya dengan gelarang suami yang pelit. Wanita itu berkata, “Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu.” Hujan setahun benar-benar tidak teranggap dikarenakan adanya kemarau sehari.
Berpenampilan Menawan di Hadapan Suami

Wanita saat ini bertingkah sebaliknya. Apalagi jika sudah menikah lama. Saat di hadapan suami berpenampilan pas-pasan, berbau kecut, enggan berdandan, berbau keringat, bahkan berbau asap yang tak sedap untuk didekati. Penampilan sebaliknya ketika keluar rumah, saat belanja atau menghadiri kondangan, cantiknya bagaikan bidadari surga dengan make-up yang tebal dan pakaian yang anggun menawan.

Padahal suami lebih berhak mendapatkan kecantikan tersebut. Orang lain tidak memberikan mahar pernikahan apa-apa pada istri. Tapi kok para istri lebih suka kecantikannya dipamerkan untuk pria lain di jalanan daripada suaminya sendiri? Ada apa ini?

Wanita terbaik adalah wanita yang selalu menampakkan kecantikan pada suaminya. Kecantikan itulah yang membuat suami senang dan tentram.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

As Sindiy mengatakan mengenai hadits di atas, yaitu wanita tersebut berpenampilan menawan secara lahir dan berakhlak baik secara batin.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al Mughni, “Disebut kecantikan di sini karena cantik itulah yang lebih menentramkan jiwa dan lebih menundukkan pandangan suami (tidak melirik pada wanita lain), itu pun akan menyempurnakan rasa cinta suami istri. Oleh karena itu dituntut adanya nazhor (memandangi calon pasangan) sebelum nikah.”

Jadilah wanita yang punya sifat al wadud yaitu penyayang. Dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan istri yang penyayang dengan al walud (punya banyak keturunan). Dikaitkan demikian karena istri yang penyayang membuat suami terus tentram padanya dan menginginkan darinya banyak keturunan.

Dari sini kita dapat ambil pelajaran pula bahwa yang dipentingkan adalah akhlak yang mulia karena yang dipilih adalah wanita yang penyayang. Sifat seperti ini dapat diketahui dari orang sekitarnya, tak mesti langsung dari si perempuan.

Wallahu waliyyut taufiq.


Selesai disusun saat kumandang azan Ashar, 6 Jumadats Tsaniyyah 1436 H di Darush Sholihin Gunungkidul

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Sunday, January 8, 2017

Untuk Mereka Yang Gampang Mengkafirkan Orang Lain.



"Bagaimana dengan orang yang sedang emosi kemudian mengatakan murtad, namun kemudian ia menyesal?"
Beliau menjawab, Jika memang seseorang yang memurtadkan orang lain tadi memang berdasarkan fakta dan memiliki bukti yang kuat, maka ia tidak berdosa. Diantara contoh bahwa seseorang itu bisa di katakan murtad adalah ia senang ketika mengolok-olok al-Qur’an. Alloh berfirman dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat yang ke 65-66 :

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka tentang apa yang mereka lakukan itu, tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. jika Kami memaafkan segolongan kamu lantaran mereka taubat, niscaya Kami akan mengazab golongan yang lain disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
Akan tetapi jika orang yang menuduh tadi tidak punya bukti yang kuat bahwa yang dituduhnya itu kafir, maka ia wajib bertaubat dan beristigfar kepada Alloh dan hendaknya pun meminta maaf kepada saudaranya yang telah ia kafirkan.

Nasehat kami hendaknya seseorang berhati-hati ketika berucap masalah kafir kepada saudara nya terutama jika belum terdapat bukti yang kuat bahwa saudara nya tersebut kafir. Imam Bukhori meriwayatkan bahwa Nabi bersabda :
لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ.
“Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang divonis tidak demikian.”
Adapun jika ia mengucapkan nya dengan emosi maka tetap ia berdosa, kecuali emosi tersebut menutupi akalnya. Sebagaimana yang Alloh jelaskan mengenai kisah Nabi Musa –alaihissalam- yang emosi melihat kaum nya kembali menyembah berhala-berhala, dalam surat Al-A’raf ayat 150, Alloh berfirman :
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? dan Musapun melemparkan luh-luh Taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya Harun sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, Sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan Hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim"
Demikian, wallohu a’lam.
Al Ustadz Ibrahim Bafadhol Hafizahullah

Mendidik Anak Sesuai Islam


Tidak diragukan lagi bahwa setiap orang tua mendambakan anaknya menjadi anak yang saleh, anak yang berbakti kepada orang tua selama hidupnya dan mendoakannya setelah wafat. Tidak ada cara lain untuk menggapai ke arahnya kecuali dengan kembali kepada kitab Allah dan sunah Rasul-Nya dengan mempraktikkannya dalam keseharian, mendidik anak-anak kita di atasnya, menanamkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya di hati mereka dan membiasakan mereka tumbuh di atas ajaran Islam.

Usaha mendidik anak agar menjadi saleh memang tidak gampang, banyak liku-liku yang harus dihadapi oleh orang tua untuk menuju ke arahnya, jika kita melihat ajaran Islam akan nampak jelas rambu-rambu yang selayaknya dilalui oleh orang tua yang menginginkan anaknya menjadi saleh. Rambu-rambu tersebut tidak dimulai ketika anak sudah lahir, bahkan sebelum anak lahir dan sebelum seseorang memasuki mahligai rumah tangga.
Berikut ini di antara rambu-rambu yang perlu dilalui seseorang yang mendambakan anaknya menjadi saleh:

1. Memilih Istri
Selayaknya seseorang memilih istri yang mengenal kewajiban terhadap Tuhannya, kewajiban terhadap suaminya dan kewajiban terhadap anaknya, inilah istri yang salehah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi (orang) karena empat hal; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya, pilihlah yang baik agamanya, niscaya kamu selamat.” (HR. Bukhari-Muslim)

Istri sebagai ibu bagi anak sangat berpengaruh sekali terhadap pribadi anaknya, jika istri seorang yang salehah, maka berpeluang besar anaknya menjadi anak yang saleh. Sebaliknya jika istri tidak baik agamanya, maka dikhawatirkan anaknya akan terbawa.

2. Doa
Doa memiliki peranan penting dalam mendidik anak menjadi saleh, betapa tidak dengan doa sesuatu yang diharapkannya bisa terpenuhi, banyak bukti yang menunjukkan demikian, tidakkah Anda memperhatikan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika ia berdoa,

“Yaa Rabbi, berikanlah kepadaku anak yang termasuk orang-orang yang saleh.”

Maka Allah mengabulkannya,

Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. Ash Shaaffaat: 101)

3. Membaca Dzikr ketika Hendak Jima’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ : بِسْمِ اَللَّهِ . اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا اَلشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا ; فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ , لَمْ يَضُرَّهُ اَلشَّيْطَانُ أَبَدًا”.
“Kalau sekiranya salah seorang di antara mereka ketika hendak mendatangi istrinya mengucapkan, “Bismillah…dst (Artinya: Dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugrahkan kepada kami), Sesungguhnya jika ditakdirkan mendapatkan anak, niscaya setan tidak akan dapat membahayakannya selamanya.” (HR. Bukhari-Muslim)

4. Memenuhi Hak Anak Ketika Lahirnya
Hak-hak anak tersebut di antaranya adalah:

1. Men-tahnik anak yang baru lahir

Dianjurkan men-tahnik anak yang baru lahir dan mendoakan keberkahan untuknya sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tahnik maksudnya mengunyah kurma, lalu mengoleskannya ke langit-langit mulut si bayi dengan jari, kalau tidak ada kurma bisa dengan makananan manis lainnya. Dan dianjurkan yang mengolesnya adalah orang yang saleh.

Abu Musa berkata, “Aku dikaruniakan seorang anak, lalu aku membawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Beliau menamainya Ibrahim, men-tahnik-nya dengan kurma, mendoakan keberkahan untuknya lalu menyerahkan kepadaku. Anak itu adalah anak paling tua Abu Musa.” (HR. Bukhari)
2. Memilih nama yang baik untuk anak
3. Mencukur rambutnya pada hari ketujuh

Setelah dicukur rambutnya lalu ditimbang dan disedekahkan dalam bentuk perak. Dalam mencukur dilarang mencukurnya dengan model qaza’ yaitu mencukur sebagian rambut kepala dan meninggalkan sebagiannya yang lain.
4. Mengaqiqahkan

Untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing (sebaiknya yang sepadan umurnya), sedangkan untuk anak perempuan seekor kambing. Hal ini dilakukan pada hari ketujuhnya.
5. Mengkhitannya

Khitan berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan pada hari ketujuh atau setelahnya. Ibnul Qayyim pernah berkata, “Tidak boleh bagi wali membiarkan anaknya tidak dikhitan sampai ia baligh.”
6. Mendoakannya

Dianjurkan mendoakan keberkahan untuk anak sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga dianjurkan mendoakan perlindungan buatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendoakan perlindungan untuk al-Hasan dan al-Husein dengan mengucapkan,

اُعِيْذُكَ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
“Aku meminta perlindungan dengan kalimat Allah yang sempurna untukmu, dari setiap setan dan burung hantu serta dari pengaruh mata yang jahat.” (HR. Bukhari)
7. Menyusuinya

Lebih utama dilakukan selama dua tahun (lihat Al Baqarah: 233).
8. Memberikan makanan yang halal


5. Mendidiknya di Atas Pendidikan Islam.
Ini adalah hak anak yang paling besar, yang seharusnya dipenuhi oleh seorang ayah yaitu mengajarkan anak Alquran dan sunah agar dia mengetahui kewajibannya, tujuan hidupnya dan bisa beribadah dengan benar, AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim: 6)

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Ajarilah ilmu (agama) kepada mereka dan adab.”

Contoh pendidikan Islam adalah dengan mengajarkan anak seperti yang diajarkan Luqman kepada anaknya berikut ini,

Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar” (13) Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada kedua orang orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (14) Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (15)

Luqman melanjutkan kata-katanya lagi:

“Hai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (16) Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah mengerjakan yang baik dan cegahlah dari perbuatan yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan .(17) Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (18) (QS. Luqman: 12-18).

6. Orang Tua Memiliki Akhlak yang Mulia
Seorang anak biasanya mengikuti prilaku orang tua, maka sudah seharusnya orang tua memiliki akhlak yang mulia, janganlah ia tampakkan kepada anaknya akhlak yang buruk karena anak akan menirunya. Hendaknya ia ingat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang ikut melakukannya setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka. Dan barang siapa yang mencontohkan perbuatan yang buruk dalam Islam, maka dia akan memikul dosanya dan dosa orang-orang yang ikut mengerjakannya setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa mereka.” (HR. Muslim)

7. Mengajarkan Dasar-Dasar Islam
Yakni dengan mengenalkan tauhid kepada anak, mengenalkan pokok aqidah islamiyyah (dasar-dasar aqidah Islam) seperti rukun iman yang enam, juga mengenalkan maknanya Demikian juga mengajarkan rukun-rukun Islam kepada anak seperti makna syahadat, tentang shalat, zakat, puasa, dan hajji.

8. Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah dan Rasul-Nya
Cara menanamkan rasa cinta kepada Allah adalah dengan mengajak anak memperhatikan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya, misalnya ketika ayah dengan anaknya sedang menikmati makanan, lalu ayah bertanya, “Nak, tahukah kamu siapa yang memberikan makanan ini?” Anak lalu berkata, “Siapa, yah?” Ayah menjawab, “Allah, Dialah yang memberikan rezeki kepada kita dan kepada semua manusia.”

Dengan cara seperti ini Insya Allah rasa cinta kepada Allah akan tertancap di hati anak.

Sedangkan cara menanamkan rasa cinta kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menceritakan kepada anak sirah atau sejarah hidup Beliau, akhlak Beliau dsb.

9. Menanamkan Rasa Muraaqabah (pengawasan Allah) di Hati Anak
Lihat surat Luqman ayat 16.

10. Membiasakan Anak Mendirikan Shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوْا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلَاةِ لِسَبْعٍ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي اْلمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak-anakmu shalat ketika berumur tujuh tahun, pukullah mereka jika meninggalkannya setelah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidurnya.” (shahih, HR. Ahmad dan Abu Dawud)

11. Melatih Anak Berpuasa di Bulan Ramadhan
Rubayyi’ binti Mu’awwidz pernah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim seseorang pada pagi hari Asyura (10 Muharram) ke desa-desa Anshar (untuk menyerukan): “Barang siapa yang sudah berniat puasa maka sempurnakanlah puasanya dan barangsiapa yang pada pagi harinya tidak berniat puasa maka hendaknya ia berpuasa”, maka setelah itu kami berpuasa dan menyuruh anak-anak kami yang masih kecil berpuasa insya Allah, kami pergi ke masjid setelah membuatkan mainan untuk mereka dari bulu domba, ketika salah seorang di antara mereka menangis karena meminta makan, kami berikan mainan itu kepadanya menjelang berbuka.” (HR. Muslim)

12. Mengajarkan Anak Meminta Izin Ketika Masuk ke Kamar Orang Tua
Islam menyuruh para orang tua mengajarkan anak meminta izin jika masuk ke kamar orang tua, khususnya pada tiga waktu; sebelum shalat Subuh, pada siang hari (pada saat tidur siang) dan setelah shalat Isya, lihat An Nuur: 58.

13. Mencarikan Teman atau Lingkungan yang Baik Bagi Anak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الرجل على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang mengikuti agama kawannya, maka hendaknya salah seorang di antara kamu melihat siapa yang menjadi kawannya.” (HR. Abu dawud dan Tirmizi, Shahihul Jaami’ no. 3545)

14. Membiasakan Adab-Adab Islam Kepada Anak
Misalnya mengajarkan adab makan, adab mengucapkan salam, adab bersin, adab di majlis, adab menguap, adab ketika tidur, adab berbicara, adab buang air dsb.

15. Mencegah Anak Berprilaku Seperti Wanita atau Anak Wanita Berprilaku Seperti Anak Laki-Laki.

16. Bersikap Adil Terhadap Anak-Anaknya
Contoh tidak bersikap adil terhadap anak-anak adalah seorang ayah melebihkan sebagian anak dalam pemberian dengan meninggalkan yang lain, perbuatan ini hukumnya adalah haram kecuali jika maksudnya membantu karena anak tersebut tidak mampu dengan syarat orang tua memiliki niat di hatinya jika anak yang lain tidak mampu juga maka akan diberikan hal yang sama. Terhadap pemberian yang tidak adil Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلَيْسَ يَسُرُّكَ اَنْ يَكُوْنُوْا اِلَيْكَ فىِ الْبِرِّ سَوَاءً
“Bukankah kamu suka, jika mereka sama-sama berbakti kepadamu?” (HR. Ahmad dan Muslim)

17. Tanggap Terhadap Prilaku Buruk yang Terkadang Muncul Pada Anak
Yakni seorang bapak hendaknya tanggap dan tidak membiarkan prilaku buruk muncul pada anak. Jika seorang bapak tidak tanggap terhadap prilaku buruk pada anak maka anak akan terbiasa berprilaku buruk, dan jika sudah seperti ini sangat sulit diarahkan.

Oleh: Marwan bin Musa

Artikel www.Yufidia.com

Ahammul maraaji’:
Ath Thariiq ilal waladish shaaalih (Wahid Abdus Salaam Baaliy)
Kaifa nurabbiy aulaadaanaa tarbiyah shaalihan (M. Hasan Ruqaith)
dll.

Bila Mertua Belum Cinta Kepada Menantunya


Pertanyaan:

Ibuku tidak menyukai istriku sekembalinya kami dari luar rumah atau bila kami baru saja mengunjungi orang tua istriku. Apa yang sebaiknya kuperbuat?
Jawaban:

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Bukan sesuatu yang mendesak bila Anda tinggal bersama keluarga. Bahkan bisa jadi, ketika Anda tinggal bersama istri di luar rumah kedua orang tua Anda, itu akan jadi pilihan yang baik untuk diri Anda, istri Anda, maupun ibu Anda. Umumnya, tinggal seatap dengan keluarga – sekalipun itu kerabat sangat dekat – akan memunculkan masalah atau ganjalan dalam hidup keseharian. Sementara orang berakal – yang mampu menimbang masalah berdasar syariat dan sikap hikmah – jumlahnya begitu sedikit. Apalagi para wanita yang sering saling cemburu dan tak ingin kalah saing.

Bahkan bisa jadi, ketika Anda tinggal di luar rumah keluarga Anda, hubungan antara ibu Anda dengan istri Anda akan membaik. Kondisi saling berjauhan, terkadang bisa menjadi harta paling berharga. Karena itu, tidak selayaknya Anda merisaukannya. Betapa banyak sesuatu yang Anda anggap mengganggu, tidak menyenangkan, kemudian ternyata ada banyak kebaikannya. Bisa jadi, karena berjauhan malah akan memunculkan kerinduan dari ibu Anda; rindu dengan Anda, rindu dengan cucunya. Bahkan, perasaannya akan berubah terhadap istri Anda, ketika dia jauh dari penglihatan ibu Anda, karena jarang ketemu. Semacam ini sudah banyak terbukti.

Kemudian, jika Anda ingin menyelesaikan akar permasalahannya – yaitu Ibu Anda tidak suka terhadap istri Anda – maka Anda mesti tahu sebab-sebab hilangnya rasa suka dan cinta. Ketahui juga segala hal yang menghalangi lahirnya cinta itu. Mungkin berikut ini adalah rentetan sebab yang menjadikan ibu Anda tidak menyukai istri Anda,
Keseringan kumpul dan ketemu, yang menyebabkan banyak interaksi bicara. Ujungnya, banyak salah kata.
Cemburu karena kedekatan istri Anda dengan Anda, dan rasa cinta Anda kepadanya. Ini banyak terjadi. Seorang ibu cemburu karena kedekatan putranya dengan istrinya, dan melayani setiap yang diinginkan istrinya. Bahkan bisa jadi sang ibu berpikiran, “Menantuku telah mengambil anakku.”
Istri Anda bersikap buruk terhadap ibu Anda. Sebagian istri tidak berusaha bersikap baik terhadap ibu mertua, tidak melayani ketika dia menginginkannya, tidak hormat, dan tidak menghargai. Alhasil, muncul duri-duri masalah antara mereka berdua.
Anda meremehkan hak ibu Anda, namun Anda memperhatikan hak istri Anda. Seorang ibu tidak sanggup marah kepada Anda sebagai anaknya, lalu dia jadikan itu alasan untuk marah kepada penyebabnya, yaitu istri Anda.

Ini beberapa sebab yang mungkin memunculkan api amarah antara ibu Anda dan istri Anda. Jika sudah jelas musababnya, Anda mesti menempuh solusi dengan sikap bijak dan baik.

Kemudian kami nasihatkan Anda agar memperbaiki kesalahan tersebut dengan cara:
Pindah ke tempat tinggal yang jauh dari Ibu Anda. Sampaikan kepada ibu Anda, bahwa kepindahan Anda ini demi kebaikan ibu, meskipun Anda sendiri tidak menyukainya. Agar ibu Anda tidak mengalami tekanan batin yang justru menyebabkan dirinya sakit-sakitan.
Pesankan istri Anda supaya banyak memberi hadiah bagi ibu Anda, baik pakaian atau makanan, maupun “hadiah” maknawi (seperti mengucap salam dan menanyakan kondisi kesehatannya).
Minta bantuan orang-orang yang baik yang disegani ibu Anda, untuk menyadarkan pola pikir ibu Anda terhadap menantunya. Terkadang nasihat orang-luar bisa memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan nasihat orang-dalam.

Kemudian yang perlu kami tekankan di sini, ketika Anda tidak tinggal bersama ibu Anda, Anda harus berusaha untuk mandiri dengan rumah sendiri, yang juga jauh dari rumah keluarga istri Anda. Ketika Anda pindah ke rumah keluarga istri Anda, akan semakin memperuncing perselisihan di antara dua kubu. Kemudian, biasanya itu juga tidak mendukung kelangsungan keluarga. Bahkan bisa jadi menyebabkan dampak buruk bagi kehidupan rumah tangga.

Jangan lupa banyak berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia berkenan memberi hidayah menuju segala jalan yang Dia cintai dan ridhai. Berdoalah agar Allah Ta’ala menyatukan hati, memperlembut perangai, dan menunjukkan perkataan, perbuatan, dan akhlak terluhur.

Hanya Allah yang mampu memberi taufiq.

Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab (diasuh oleh Syaikh Shalih Al-Munajjid)

Sumber: http://islamqa.info/ar/84036


Penerjemah: Tim Penerjemah Muslimah.Or.Id
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Teks Dzikir Pagi dan Petang Lengkap


بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على من لانبي بعده اما بعد:

Dzikir Pagi dan Petang
Jabir bin Samurah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya tidak bangun dari tempat shalatnya yang Beliau lakukan shalat Subuh di situ sampai matahari terbit, ketika telah terbit (matahari) Beliau pun bangun.” (HR. Muslim)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ ، وَلَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُوْنَ اللهَ مِنْ صَلاَةِ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُعْتِقَ أَرْبَعَةً

“Sungguh, aku duduk bersama beberapa orang yang berdzikir kepada Allah Ta’ala setelah shalat Subuh hingga matahari terbit lebih aku sukai daripada memerdekakan empat keturunan Nabi Isma’il. Sungguh, aku duduk bersama beberapa orang yang berdzikir kepada Allah Ta’ala setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam lebih aku sukai daripada memerdekakan empat orang.” (HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud 2/698).

Dari hadis ini kita mengetahui bahwa dzikir pagi hari dimulai setelah shalat Subuh sampai terbit matahari, sedangkan dzikir sore hari dimulai setelah shalat Ashar hingga terbenam matahari[1].
Berikut ini di antara dzikir pagi dan petang/sore hari, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan risalah ini bermanfaat,amin.

1. Membaca Ayat Kursi (Al Baqarah: 255) Keutamaannya: “Barangsiapa yang membacanya ketika pagi hari, maka ia dijaga dari (ganguan) jin hingga sore hari. Dan barangsiapa membacanya ketika sore hari, maka ia dijaga dari (ganguan) jin hingga pagi hari.” (HR. Hakim, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib1:273)

2. Membaca surah Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas, masing-masing tiga kali. Keutamaannya: Barangsiapa membaca tiga surat tersebut tiga kali setiap pagi dan sore hari, maka ia (tiga surat tersebut) cukup baginya dari segala sesuatu.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Shahih At-Tirmidzi 3/182).

3- أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَافِي هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَافِي هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوءِ الْكِبَرِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِى النَّارِ وَعَذَابٍ فِى الْقَبْرِ » .

Artinya: “Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan setelahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan setelahnya. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di neraka dan kubur.”

Dzikir ini untuk pagi hari, sedangkan untuk sore hari, dzikirnya adalah sbb:

« أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ لِلَّهِ … اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهَا وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا …

(HR. Muslim 4/2088).

4- اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ.

Artinya: Ya Allah, dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu pagi, dan waktu sore. Dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami hidup dan kami mati. Dan kepada-Mu tempat kembali.

Ini untuk pagi hari, sedangkan untuk sore hari dzikirnya adalah sbb:

الَلَّهُمَّ بِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ أَصْبَحْنَا … وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ

(HR. Tirmidzi 5/466, Shahih At Tirmidzi 3/142.)

5- اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.

Artinya: “Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmatMu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.”

Keutamaannya: Barangsiapa membacanya dengan yakin ketika sore hari, lalu ia meninggal dunia pada malam itu, maka ia akan masuk surga. Demikian juga jika membacanya di pagi hari. (HR. Bukhari 7/150.)

6- اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ. اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ. (3×)

Artinya: “Ya Allah, selamatkan tubuhku. Ya Allah, selamatkan pendengaranku. Ya Allah, selamatkan penglihatanku, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Engkau. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Engkau.” (Dibaca tiga kali di waktu pagi dan sore).

(HR. Abu Dawud, Ahmad, Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 22, Ibnus Sunni no. 69. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad. Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menyatakan sanad hadis tersebut hasan. Lihat juga Tuhfatul Akhyar, halaman 26.)

7- اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ. اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِيْ وَآمِنْ رَوْعَاتِيْ اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tenteramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah, Peliharalah aku dari depan, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak disambar dari bawahku.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, Shahih Ibnu Majah 2/332)

8- اَللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرُّهُ إِلَى مُسْلِمٍ.

Artinya: “Ya Allah Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, wahai Tuhan pencipta langit dan bumi, Tuhan segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, setan dan balatentaranya, dan aku (berlindung kepada-Mu) dari berbuat kejelekan terhadap diriku atau menyeretnya kepada seorang muslim.”(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud, Shahih At Tirmidzi 3/142.)

9- بِسْمِ اللهِ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. (3×)

Artinya: “Dengan nama Allah yang jika disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Keutamaannya: Barangsiapa membacanya sebanyak tiga kali ketika pagi dan sore hari, maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakan dirinya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Lihat Shahih Ibnu Majah2/332, Syaikh Ibnu Baz berpendapat, isnad hadis tersebut hasan dalam Tuhfatul Akhyar hal. 39.)

10- يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ.

Artinya: “Wahai Tuhan Yang Maha Hidup, wahai Tuhan Yang berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekalipun sekejap mata.” (HR. Hakim, menurut pendapatnya, hadis tersebut adalah shahih, dan Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya, lihat kitabnya 1/545, dan Shahih At-Targhib wat Tarhib 1/273.)

11- أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.

Artinya: “Di waktu pagi kami memegang agama Islam, kalimat ikhlas, agama Nabi kita Muhammad, dan agama ayah kami Ibrahim, yang berdiri di atas jalan yang lurus, muslim dan tidak tergolong orang-orang musyrik.”

Jika sore hari lafaz kata “Ashbahnaa” diganti “Amsainaa.” (HR. Ahmad. Lihat Shahihul Jami’ 4/290. Ibnus Sunni juga meriwayatkannya di ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 34.)

12- سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ. (100×)

Artinya: “Mahasuci Allah sambil memuji-Nya.”

Keutamaannya: Barangsiapa yang membacanya sebanyak 100 kali di pagi dan sore hari, maka tidak ada seorang pun yang datang pada hari Kiamat membawa amalan melebihi apa yang ia bawa kecuali seorang yang membaca seperti itu atau melebihinya. (HR. Muslim 4/2071)

13- لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ

Artinya: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu.”

Keutamaannya: Barangsiapa membacanya di pagi hari sebanyak sepuluh kali, maka Allah akan mencatatkan untuknya 10 kebaikan, menghapuskan 10 kesalahan, sama seperti memerdekakan 10 orang budak, dan Allah akan melindunginya dari setan. Demikian pula orang yang membacanya di sore hari. (HR. Nasa’i dalam ‘Amalul Yaumi wal Lailah no. 24, lihat Shahih At Targhib wat Tarhib 1/272, serta Tuhfatul Akhyar oleh Syaikh Ibnu Baz hal. 44)

Atau cukup sekali saja membacanya ketika malas (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, lihat Shahih At Targhib wat Tarhib 1/270, Shahih Abi Dawud 3/957, Shahih Ibnu Majah 2/331).

14. Membaca dzikir di atas (no. 13) sebanyak seratus kali di pagi hari. Keutamaannya: Barangsiapa membacanya sebanyak seratus kali dalam sehari, maka baginya (pahala) seperti memerdekakan sepuluh budak, ditulis seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus keburukan, baginya perlindungan dari setan pada hari itu hingga sore hari. Tidak ada seseorang yang dapat mendatangkan yang lebih baik dari apa yang dibawanya kecuali jika ia melakukan lebih banyak lagi dari itu.” (HR. Bukhari 4/95; Muslim 4/2071).

15- سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ.

Artinya: “Mahasuci Allah, aku memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, sejauh kerelaan-Nya, seberat timbangan arsy-Nya dan sebanyak tinta kalimat-Nya.” (3 X setiap pagi hari)[2].

16- اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً.

Artinya: “Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang manfaat, rezki yang baik dan amal yang diterima. (Dibaca pagi hari).

Dibaca pada pagi hari (HR. Ibnu As-Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, dan Ibnu Majah. Isnadnya hasan menurut Abdul Qadir dan Syu’aib Al-Arna’uth dalam tahqiq Zadul Ma’ad 2/375.)

17- أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ.

Artinya: “Aku meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya.” (Dibaca 100 kali dalam sehari[3].)

18- أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.

Artinya: “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya.” (Dibaca 3 kali pada sore hari.)

Keutamaannya: Barangsiapa membaca doa ini pada sore hari sebanyak tiga kali, tidak berbahaya baginya sengatan (binatang berbisa) pada malam itu. (HR. Ahmad, Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, Ibnu Sunni no. 68. Lihat Shahih At-Tirmidzi 3/187, Shahih Ibnu Majah 2/266 dan Tuhfatul Akhyar, hal. 45.)

Oleh: Abu Yahya Marwan

Maraji’:
Hishnul Muslim (Dr. Sa’id al-Qahthaniy)
Maktabah Syamilah, Shahih At Targhib wat Tarhib (Syaikh al-Albani)
Al Muntaqa min ’amalil yaumi wal lailah (Imam Nasa’i)
Adzkaarush Shabah wal masaa’ (Syaikh Ibnu ’Utsaimin-makhthuthah/tulisan tangan yang di-scan)
Al Adzkar (Imam Nawawi) dll
Artikel www.Yufidia.com

[1] Imam Nawawi dalam al-Adzkar berkata, “Sepatutnya bagi seorang yang mempunyai kebiasaan berdzikir di waktu malam atau siang, atau setelah shalat atau dalam keadaan tetentu, lalu tertinggal, maka ia segera mengejarnya dan melakukannya jika memungkinkan dan tidak meninggalkannya.”

Beliau juga berkata, “Ketahuilah, bahwa sepatutnya bagi orang yang telah sampai tentang keutamaan amal, mengamalkannya meskipun sekali agar ia tergolong ke dalam orang-orang yang mengamalkannya. Dan tidak patut baginya meninggalkan secara mutlak, bahkan ia kerjakan sesuai yang mudah baginya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah disepakati keshahihannya, “Apabila aku memerintahkan sesuatu, maka kerjakanlah semampu kamu.”

[2] Dari Juwairiyyah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dari sisinya pada pagi hari setelah shalat Subuh, sedangkan ia (Juwairiyyah) masih di tempat shalatnya. Setelah itu, Beliau pulang setelah tiba waktu Duha sedangkan ia (Juwairiyyah) masih dalam keadaan duduk. Lalu Beliau bertanya, “Apakah engkau tetap dalam keadaan ketika aku tinggalkan?” Ia menjawab, “Ya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, aku telah mengucapkan setelahmu 4 kalimat sebanyak tiga kali, yang jika ditimbang dengan yang engkau ucapkan sejak tadi tentu akan menyamai timbangannya, yaitu Subhaanallahi wabihamdih…dst. (HR. Muslim)

[3] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia! Bertobatlah kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertobat kepada-Nya sehari 100 kali.” (HR. Muslim)

Mush’ab bin Umair, Sang Teladan Pemuda Islam



Masa muda atau usia remaja adalah saat orang-orang mulai mengenal dan merasakan manisnya dunia. Pada fase ini, banyak pemuda lalai dan lupa, jauh sekali lintasan pikiran akan kematian ada di benak mereka. Apalagi bagi mereka orang-orang yang kaya, memiliki fasilitas hidup yang dijamin orang tua. Mobil yang bagus, uang saku yang cukup, tempat tinggal yang baik, dan kenikmatan lainnya, maka pemuda ini merasa bahwa ia adalah raja.

Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pemuda yang kaya, berpenampilan rupawan, dan biasa dengan kenikmatan dunia. Ia adalah Mush’ab bin Umair. Ada yang menukilkan kesan pertama al-Barra bin Azib ketika pertama kali melihat Mush’ab bin Umair tiba di Madinah. Ia berkata,

رَجُلٌ لَمْ أَرَ مِثْلَهُ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الجَنَّةِ

“Seorang laki-laki, yang aku belum pernah melihat orang semisal dirinya. Seolah-olah dia adalah laki-laki dari kalangan penduduk surga.”

Ia adalah di antara pemuda yang paling tampan dan kaya di Kota Mekah. Kemudian ketika Islam datang, ia jual dunianya dengan kekalnya kebahagiaan di akhirat.

Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya

Mush’ab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, empat belas tahun (atau lebih sedikit) setelah kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun 571 M (Mubarakfuri, 2007: 54), sehingga Mush’ab bin Umair dilahirkan pada tahun 585 M.

Ia merupakan pemuda kaya keturunan Quraisy; Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi.

Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Sandal Mush’ab adalah sandal al-Hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik, dan dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati.” (al-Jabiri, 2014: 19).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ

“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).

Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makana sudah ada di hadapannya.

Demikianlah keadaan Mush’ab bin Umair. Seorang pemuda kaya yang mendapatkan banyak kenikmatan dunia. Kasih sayang ibunya, membuatnya tidak pernah merasakan kesulitan hidup dan kekurangan nikmat.

Menyambut Hidayah Islam

Orang-orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah istri beliau Khadijah, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum. Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain. Ketika intimidasi terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul itu kian menguat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam radhiyallahu ‘anhu. Sebuah rumah yang berada di bukit Shafa, jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy.

Mush’ab bin Umair yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala, pecandu khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya, sehingga ia mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama yang menyimpang. Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warsisan nenek moyang semata. Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah al-Arqam dan menyatakan keimanannya.

Kemudian Mush’ab menyembunyikan keislamannya sebagaimana sahabat yang lain, untuk menghindari intimidasi kafir Quraisy. Dalam keadaan sulit tersebut, ia tetap terus menghadiri majelis Rasulullah untuk menambah pengetahuannya tentang agama yang baru ia peluk. Hingga akhirnya ia menjadi salah seorang sahabat yang paling dalam ilmunya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya ke Madinah untuk berdakwah di sana.

Menjual Dunia Untuk Membeli Akhirat

Suatu hari Utsmani bin Thalhah melihat Mush’ab bin Umair sedang beribadah kepada Allah Ta’ala, maka ia pun melaporkan apa yang ia lihat kepada ibunda Mush’ab. Saat itulah periode sulit dalam kehidupan pemuda yang terbiasa dengan kenikmatan ini dimulai.

Mengetahui putra kesayangannya meninggalkan agama nenek moyang, ibu Mush’ab kecewa bukan kepalang. Ibunya mengancam bahwa ia tidak akan makan dan minum serta terus beridiri tanpa naungan, baik di siang yang terik atau di malam yang dingin, sampai Mush’ab meninggalkan agamanya. Saudara Mush’ab, Abu Aziz bin Umair, tidak tega mendengar apa yang akan dilakukan sang ibu. Lalu ia berujar, “Wahai ibu, biarkanlah ia. Sesungguhnya ia adalah seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau ia dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti dia akan meninggalkan agamanya”. Mush’ab pun ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka.

Hari demi hari, siksaan yang dialami Mush’ab kian bertambah. Tidak hanya diisolasi dari pergaulannya, Mush’ab juga mendapat siksaan secara fisik. Ibunya yang dulu sangat menyayanginya, kini tega melakukan penyiksaan terhadapnya. Warna kulitnya berubah karena luka-luka siksa yang menderanya. Tubuhnya yang dulu berisi, mulai terlihat mengurus.

Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak ada lagi fasilitas kelas satu yang ia nikmati. Pakaian, makanan, dan minumannya semuanya berubah. Ali bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi No. 2476).

Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah (jenis kain yang kasar) yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh. Orang-orang pun menunduk. Lalu ia mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).

Saad bin Abi Waqqash radhiayallahu ‘anhu berkata, “Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umair adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas dan ia merasa tertatih-taih karena hal itu sampai-sampai tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia.” (Siyar Salafus Shaleh oleh Ismail Muhammad Ashbahani, Hal: 659).

Demikianlah perubahan keadaan Mush’ab ketika ia memeluk Islam. Ia mengalami penderitaan secara materi. Kenikmatan-kenikmatan materi yang biasa ia rasakan tidak lagi ia rasakan ketika memeluk Islam. Bahkan sampai ia tidak mendapatkan pakaian yang layak untuk dirinya. Ia juga mengalami penyiksaan secara fisik sehingga kulit-kulitnya mengelupas dan tubuhnya menderita. Penderitaan yang ia alami juga ditambah lagi dengan siksaan perasaan ketika ia melihat ibunya yang sangat ia cintai memotong rambutnya, tidak makan dan minum, kemudian berjemur di tengah teriknya matahari agar sang anak keluar dari agamanya. Semua yang ia alami tidak membuatnya goyah. Ia tetap teguh dengan keimanannya.

Peranan Mush’ab Dalam Islam

Mush’ab bin Umair adalah salah seorang sahabat nabi yang utama. Ia memiliki ilmu yang mendalam dan kecerdasan sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengutusnya untuk mendakwahi penduduk Yatsrib, Madinah.

Saat datang di Madinah, Mush’ab tinggal di tempat As’ad bin Zurarah. Di sana ia mengajrkan dan mendakwahkan Islam kepada penduduk negeri tersebut, termasuk tokoh utama di Madinah semisal Saad bin Muadz. Dalam waktu yang singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun memeluk agama Allah ini. Hal ini menunjukkan –setelah taufik dari Allah- akan kedalaman ilmu Mush’ab bin Umair dan pemahamanannya yang bagus terhadap Alquran dan sunnah, baiknya cara penyampaiannya dan kecerdasannya dalam berargumentasi, serta jiwanya yang tenang dan tidak terburu-buru.

Hal tersebut sangat terlihat ketika Mush’ab berhadap dengan Saad bin Muadz. Setelah berhasil mengislamkan Usaid bin Hudair, Mush’ab berangkat menuju Saad bin Muadz. Mush’ab berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”. Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih bijak”. Mush’ab pun menjelaskan kepada Saad apa itu Islam, lalu membacakannya Alquran.

Saad memiliki kesan yang mendalam terhadap Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu dan apa yang ia ucapkan. Kata Saad, “Demi Allah, dari wajahnya, sungguh kami telah mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang Islam, tentang kemuliaan dan kemudahannya”. Kemudian Saad berkata, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk Islam?” “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Jawab Mush’ab. Saad pun melakukan apa yang diperintahkan Mush’ab.

Setelah itu, Saad berdiri dan berkata kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?” Mereka menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya, dan paling lurus tabiatnya”.

Lalu Saad mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunjukkan begitu besarnya wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi mereka, Saad berkata, “Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara kalian berbicara kepadaku sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!”

Tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim.

Karena taufik dari Allah kemudian buah dakwah Mush’ab, Madinah pun menjadi tempat pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya hijrah. Dan kemudian kota itu dikenal dengan Kota Nabi Muhammad (Madinah an-Nabawiyah).

Wafatnya

Mush’ab bin Umair adalah pemegang bendera Islam di peperangan. Pada Perang Uhud, ia mendapat tugas serupa. Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sahabat yang mulia ini. Ia berkata:

Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu membawa bendera perang di medan Uhud. Lalu datang penunggang kudak dari pasukan musyrik yang bernama Ibnu Qumai-ah al-Laitsi (yang mengira bahwa Mush’ab adalah Rasulullah), lalu ia menebas tangan kanan Mush’ab dan terputuslah tangan kanannya. Lalu Mush’ab membaca ayat:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).

Bendera pun ia pegang dengan tangan kirinya. Lalu Ibnu Qumai-ah datang kembali dan menebas tangan kirinya hingga terputus. Mush’ab mendekap bendera tersebut di dadanya sambal membaca ayat yang sama:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).

Kemudian anak panah merobohkannya dan terjatuhlah bendera tersebut. Setelah Mush’ab gugur, Rasulullah menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib (Ibnu Ishaq, Hal: 329).

Lalu Ibnu Qumai-ah kembali ke pasukan kafir Quraisy, ia berkata, “Aku telah membunuh Muhammad”.

Setelah perang usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memeriksa sahabat-sahabatnya yang gugur. Abu Hurairah mengisahkan, “Setelah Perang Uhud usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari sahabat-sahabatnya yang gugur. Saat melihat jasad Mush’ab bin Umair yang syahid dengan keadaan yang menyedihkan, beliau berhenti, lalu mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian beliau membaca ayat:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).

Kemudian beliau mempersaksikan bahwa sahabat-sahabatnya yang gugur adalah syuhada di sisi Allah.

Setelah itu, beliau berkata kepada jasad Mush’ab, “Sungguh aku melihatmu ketika di Mekah, tidak ada seorang pun yang lebih baik pakaiannya dan rapi penampilannya daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.”

Tak sehelai pun kain untuk kafan yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah. sendainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idkhir.”

Mush’ab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi ke Madinah. Saat itu usianya 40 tahun.

Para Sahabat Mengenang Mush’ab bin Umair

Di masa kemudian, setelah umat Islam jaya, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu yang sedang dihidangkan makanan mengenang Mush’ab bin Umair. Ia berkata, “Mush’ab bin Umair telah wafat terbunuh, dan dia lebih baik dariku. Tidak ada kain yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah”. (HR. Bukhari no. 1273). Abdurrahman bin Auf pun menangis dan tidak sanggup menyantap makanan yang dihidangkan.

Khabab berkata mengenang Mush’ab, “Ia terbunuh di Perang Uhud. Ia hanya meninggalkan pakaian wool bergaris-garis (untuk kafannya). Kalau kami tutupkan kain itu di kepalanya, maka kakinya terbuka. Jika kami tarik ke kakinya, maka kepalanya terbuka. Rasulullah pun memerintahkan kami agar menarik kain ke arah kepalanya dan menutupi kakinya dengan rumput idkhir…” (HR. Bukhari no.3897).

Penutup

Semoga Allah meridhai Mush’ab bin Umair dan menjadikannya teladan bagi pemuda-pemuda Islam. Mush’ab telah mengajarkan bahwa dunia ini tidak ada artinya dibanding dengan kehidupan akhirat. Ia tinggalkan semua kemewahan dunia ketika kemewahan dunia itu menghalanginya untuk mendapatkan ridha Allah.

Mush’ab juga merupakan seorang pemuda yang teladan dalam bersemangat menuntut ilmu, mengamlakannya, dan mendakwahkannya. Ia memiliki kecerdasan dalam memahami nash-nash syariat, pandai dalam menyampaikannya, dan kuat argumentasinya.

Sumber:
al-Jabiri, Adnan bin Sulaiman. 2014. Shirah ash-Shahabi al-Jali: Mush’ab bin Umair. Jeddah: Dar al-Waraq al-Tsaqafah
Mubarakfury, Shafiyurrahman. 2007. ar-Rahiq al-Makhtum. Qatar: Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu-un al-Islamiyah

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com