“Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah.” Demikianlah Sa’ad bin Abi Waqqash memperkenalkan dirinya. Dia adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan orang pertama yang memanah musuh di jalan Allah.
Lahir dan besar di kota Makkah, ia dikenal sebagai pemuda yang serius dan cerdas. Postur tubuhnya digambarkan tidak terlalu tinggi, namun tegap dengan potongan rambut pendek.
Orang-orang selalu membandingkannya dengan “singa muda”.
Saad bin Abi Waqqash adalah salah seorang sahabat yang paling pertama memeluk Islam.
Hanya beberapa orang sahabat saja yang mendahuluinya. Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu ajma’in merekala orangnya. Laki-laki Quraisy ini mengucapkan dua kalimat syahadat ketika berusia 17 tahun.
Di masa kemudian, ia menjadi tokoh utama di kalangan sahabat. Dan termasuk 10 orang yang diberi khabar gembira sebagai penghuni syurga.
Nasab Saad bin Abi Waqqash
Ayah Saad adalah anak dari seorang pembesar bani Zuhrah. Namanya Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Adnan adalah keturunan dari Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam.
Malik, ayah Saad, adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah ﷺ. Malik juga merupakan paman dari Hamzah bin Abdul Muthalib dan Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Sehingga nasab Saad termasuk nasab yang terhormat dan mulia. Dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi ﷺ.
Ibunya adalah Hamnah binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Ketika Rasulullah ﷺ sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, beliau memuji dan mencandai Saad dengan mengatakan,
هَذَا خَالِي فَلْيُرِنِي امْرُؤٌ خَالَهُ
“Ini pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan pamannya kepadaku.”
(HR. al-Hakim 6113 dan at-Tirmidzi 3752. At-Tirmidzi mengatakan hadist ini hasan).
Masa Pertumbuhan
Saad dilahirkan di Mekah, 23 tahun sebelum hijrah. Ia tumbuh dan terdidik di lingkungan Quraisy. Bergaul bersama para pemuda Quraisy dan pemimpin-pemimpin Arab. Sejak kecil, Saad gemar memanah dan membuat busur panah sendiri. Kedatangan jamaah haji ke Mekah menambah khazanah pengetahuannya tentang dunia luar. Dari mereka ia mengenal bahwa dunia itu tidak sama dan seragam. Sebagaimana samanya warna pasir gurun dan gunung-gunung batu. Banyak kepentingan dan tujuan yang mengisi kehidupan manusia.
Memeluk Agama Allah
Beliau berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya dan sangat disayangi kedua orangtuanya, terutama ibunya.
Meskipun berasal dari Makkah, ia sangat benci pada agamanya dan cara hidup yang dianuti masyarakatnya (jahiliyah). Ia membenci upacara penyembahan berhala yang menjadi budaya di Makkah saat itu.
Kisah beliau sebelum menyebut syahadah; Saad bercerita:
“Tiga malam sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi, seolah-olah aku tenggelam dalam kegelapan yang tindih menindih.
Ketika aku sedang mengalami puncak kegelapan itu, tiba-tiba kulihat bulan memancarkan cahaya sepenuhnya, lalu kuikuti bulan itu.
Aku melihat tiga orang telah lebih dahulu berada di hadapanku mengikuti bulan tersebut. Mereka itu ialah Zaid bin Haritsh, Ali bin Abu Thalib, Abu Bakar Ash-Shidiq.
Aku bertanya kepada mereka:
"Sejak bila kalian bertiga di sini?"
" Belum lama," jawab mereka.
Setelah hari siang, aku mendapat khabar, Rasulullah SAW mengajak orang-orang kepada Islam secara diam-diam. Yakinlah aku, sesungguhnya Allah SWT menghendaki kebaikan bagi diriku, dan dengan Islam Allah akan mengeluarkanku dari kegelapan kepada cahaya terang.
Aku segera mencari beliau bersama Abu Bakar, di sebuah bukit dekat Makkah. sehingga bertemu dengan baginda Rasulullah pada suatu tempat ketika dia sedang shalat Ashar. Aku menyatakan masuk Islam di hadapan beliau. Belum ada orang mendahuluiku masuk Islam, selain mereka bertiga seperti yang terlihat dalam mimpiku.
Beliau menyatakan keislamannya bersama orang yang didakwahi Abu Bakar: Utsman bin Affan, Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah. Hanya tiga orang yang mendahului keislaman mereka.
Dipaksa ibu untuk meniggalkan Islam
Pengislaman Saad mendapat tentangan keras terutama dari keluarga dan anggota sukunya.
Ibunya bahkan mengancam akan bunuh diri.
Sang ibu berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, apakah kamu meninggalkan agamamu dan agama nenek moyangmu, lalu kamu mengikuti sebuah agama yang baru? Demi Allah, aku tidak akan mencicipi satu makanan dan minuman pun hingga kamu meninggalkan agama baru itu.”
Sa’ad menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku dan tidak akan berpisah darinya.”
Sang ibu bersikeras dengan sikapnya, sementara dia mengetahui bahwa Sa’ad sangat mencintainya, sehingga hatinya akan merasa iba ketika dia melihat ibunya berada dalam kondisi tubuh yang lemah dan tidak sehat lagi. Sang ibu tetap melakukan niatnya.
Saad menyaksikan kondisi ibunya yang begitu menderita. Namun keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya berada di atas segalanya. Ia berkata, “Ibu… demi Allah, seandainya ibu mempunyai 100 nyawa. Lalu satu per satu nyawa itu binasa. Aku tidak akan meninggalkan agama ini sedikit pun. Makanlah wahai ibu.. jika ibu menginginkannya. Jika tidak, itu juga pilihan ibu”.
Ibunya pun menghentikan mogok makan dan minum. Ia sadar, kecintaan anaknya terhadap agamanya tidak akan berubah dengan aksi mogok yang ia lakukan.
Sang ibu mengetahui bahwa anaknya itu telah berubah dan tidak akan pernah kembali lagi ke agama sebelumnya untuk selama-lamanya. Karenanya, sang ibu pun makan dalam keadaan bersedih dan marah.
Berkaitan dengan persitiwa ini, Allah pun menurunkan sebuah ayat yang membenarkan sikap Saad bin Abi Waqqash.
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(QS: Luqman | Ayat: 15).
Seorang Mujahid
Saad bin Abi Waqqash adalah orang pertama dalam Islam yang melemparkan anak panah di jalan Allah. Ia juga satu-satunya orang yang Rasulullah pernah menyebutkan kata “tebusan” untuknya. Seperti dalam sabda beliau ﷺ dalam Perang Uhud:
اِرْمِ سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ
“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah ﷺ menebus seseorang dengan ayah dan ibunya kecuali Saad. Sungguh dalam Perang Uhud aku mendengar Rasulullah mengatakan,
اِرْمِ سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ
“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Dan Saad sangat merasa terhormat dengan motivasi Rasulullah ﷺ ini.
Di antara keistimewaan lain, yang ada pada diri Saad bin Abi Waqqash termasuk seorang penunggang kuda yang paling berani di kalangan bangsa Arab dan di antara kaum muslimin. Ia memiliki dua senjata yang luar biasa; panah dan doa.
Peperangan besar yang pernah ia pimpin adalah Perang Qadisiyah. Sebuah perang legendaris antara bangsa Arab Islam melawan Majusi Persia. 3000 pasukan kaum muslimin beradapan dengan 100.000 lebih pasukan negara adidaya Persia bersenjata lengkap. Prajurit Persia dipimpin oleh palingma mereka yang bernama Rustum. Melaui Saad lah, Allah memberi kemanangan kepada kaum muslimin atas negara adidaya Persia.
Umar Mengakui Amanahnya Dalam Memimpin
Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu pernah mengamanahi Saad jabatan gubernur Irak. Sebuah wilayah besar dan penuh gejolak. Suatu ketika rakyat Irak mengadukannya kepada Umar. Mereka menuduh Saad bukanlah orang yang bagus dalam shalatnya. Permasalahan shalat bukanlah permsalahan yang ringan bagi orang-orang yang mengetahui kedudukannya. Sehingga Umar pun merespon laporan tersebut dengan memanggil Saad ke Madinah.
Mendengar laporan tersebut, Saad tertawa. Kemudian ia menanggapi tuduhan tersebut dengan mengatakan, “Demi Allah, sungguh aku shalat bersama mereka seperti shalatnya Rasulullah. Kupanjangkan dua rakaat awal dan mempersingkat dua rakaat terakhir”.
Mendengar klarifikasi dari Saad, Umar memintanya kembali ke Irak. Akan tetapi Saad menanggapinya dengan mengatakan, “Apakah engkau memerintahkanku kembali kepada kaum yang menuduhku tidak beres dalam shalat?” Saad lebih senang tinggal di Madinah dan Umar mengizinkannya.
Ketika Umar ditikam, sebelum wafat ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai oleh Nabi ﷺ -salah satunya Saad- untuk bermusyawarah memilih khalifah penggantinya. Umar berkata, “Jika yang terpilih adalah Saad, maka dialah orangnya. Jika selainnya, hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Saad”.
Sikap Saad Saat Terjadi Perselisihan Antara Ali dan Muawiyah
Saad bin Abi Waqqash menjumpai perselisihan besar yang terjadi pada kaum muslimin. Antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan, radhiallahu ‘anhum ajma’in. Sikap Saad pada saat itu adalah tidak memihak kelompok manapun. Ia juga memerintahkan keluarga adan anak-anaknya untuk tidak mengabarkan berita apapun kepadanya.
Keponakannya, Hisyam bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata kepadanya, “Wahai paman, ini adalah 100.000 pedang (pasukan) yang menganggap Andalah yang berhak menjadi khalifah”. Saad menjawab, “Aku ingin dari 100.000 pedang tersebut satu pedang saja. Jika aku memukul seorang mukmin dengan pedang itu, maka ia tidak membahayakan. Jika dipakai untuk memukul orang kafir (berjihad), maka ia mematikan”. Mendengar jawaban pamannya, Hisyam paham bahwa pamannya, Saad bin Abi Waqqash sama sekali tidak ingin ambil bagian dalam permasalahan ini. Ia pun pergi.
Saad bin Abi Waqas , penyebar Islam di China
Menurut catatan rasmi dari Dinasti Tang yang berkuasa pada 618-905 M dan berdasarkan catatan serupa dalam buku A Brief Study of the Introduction of Islam to China karya Chen Yuen, Islam pertama kali datang ke China sekitar tahun 30 H atau 651 M. Disebutkan, Islam masuk ke China melalui utusan yang dikirim oleh Khalifah Usman bin Affan (23-35 H / 644-656 M). Menurut catatan Lui Tschih, penulis Muslim China pada abad ke-18 dalam karyanya Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi), Islam dibawa ke China oleh rombongan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas. Islam pertama kali datang ke China dibawa panglima Islam, Saad bin Abi Waqqas, bersama sahabat lainnya pada tahun 616 M. Catatan tersebut menyebutkan, Saad bin Abi Waqqas dan tiga sahabat lainnya datang ke China dari Abyssinia atau yang sekarang dikenal dengan Etiopia. Setelah kunjungan pertamanya. Saad kemudian kembali ke Arab. Ia kembali lagi ke China 21 tahun kemudian atau pada masa pemerintahan Usman bin Affan, dan datang dengan membawa salinan Al Quran. Usman pada masa kekhalifahannya memang menyalin Al Quran dan menyebarkan ke berbagai tempat, demi menjaga kemurnian kitab suci ini. Pada kedatangannya yang kedua di tahun 650, Saad berlayar melalui Samudera Hindi ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou. Kemudian ia berlayar ke Chang’an atau kini dikenal degan nama Xi’an melalui rute yang kemudian dikenal sebagai Jalan Sutera.
Bersama para sahabat, Saad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan baik oleh kaisar Dinasti Tang, Kao-Tsung (650-683). Namun Islam sebagai agama tidak langsung diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan, sang kaisar kemudian memberikan izin bagi pengembangan Islam yang dirasanya sesuai dengan ajaran Konfusius. Namun, sang kaisar merasa bahwa kewajiban shalat lima kali sehari dan puasa sebulan penuh terlalu berat baginya hingga akhirnya ia tidak jadi memeluk Islam. Namun begitu, ia mengizinkan Saad bin Abi Waqqas dan para sahabat untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di Guangzhou. Oleh orang Cina, Islam disebut sebagai Yi si lan Jiao atau agama yang murni. Kota Makkah disebut sebagai tempat kelahiran Buddha Ma-hia-wu (atau Rasulullah Muhammad SAW). Saad bin Abi Waqqas kemudian menetap di Guangzhou dan ia mendirikan Masjid Huaisheng yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga di China.
Masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan Cina dan usianya sudah melebihi 1300 tahun. Ianya teletak di jalan Guang Ta Lu. Masjid ini terus bertahan melewati berbagai monumen sejarah China dan saat ini masih berdiri tegak dan masih seindah dahulu setelah diperbaiki beberapa kali. Baru-baru ini masjid ini di perbaiki sekali lagi dengan melibatkan pembesaran ruangan shalat bila pihak pengurusan masjid membeli sedikit ruang bagian belakang masjid .
Masjid Huaisheng ini kemudian dijadikan Masjid Raya Guangzhou Remember the Sage atau masjid untuk mengenang Nabi Muhammad Saw. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guang ta, karena masjid dengan menara yang indah ini yang letaknya di jalan Guangta. Ta berarti menara karena menurut sejarahnya menara masjid ini adalah yang tertinggi pada awal pemdiriannya dibandingkan bangunan lain.
Sa'ad pemilik doa yang mustajab
Saad bin Abi Waqqash adalah seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang memiliki doa yang manjur dan mustajab. Rasulullah ﷺ meminta kepada Allah ﷻ agar doa Saad menjadi doa yang mustajab tidak tertolak. Beliau ﷺ bersabda,
اللَّهُمَّ سَدِّدْ رَمَيْتَهُ، وَأَجِبْ دَعْوَتَهُ
“Ya Allah, tepatkan lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.”
(HR. al-Hakim, 3/ 500).
Doa Rasulullah ﷺ ini menjadikan Saad seorang prajurit pemanah yang hebat dan ahli ibadah yang terkabul doanya.
Adapun doa yang selalu dikabulkan merupakan senjata kedua yang dipergunakan oleh Sa’ad dalam berperang melawan musuh-musuh Allah.
Pintu-pintu langit selalu terbuka untuk menyambut setiap doa yang dipanjatkan Sa’ad. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan selalu mengabulkan doa dan permintaan Sa’ad bila saja dia berdoa dan meminta kepada-Nya.
Sa’ad mempunyai beberapa orang anak yang masih kecil, sedangkan dia sendiri telah tua, sebab ia tergolong terlambat memiliki anak.
Ketika Sa’ad sakit keras hingga hampir saja dia wafat, dia pun berdoa kepada Allah,
“Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai beberapa orang anak yang masih kecil-kecil, maka tangguhkanlah kematianku hingga mereka baligh (dewasa).”
Allah pun menangguhkan kematian Sa’ad dua puluh tahun lagi hingga semua anaknya telah besar (dewasa).
Suatu hari ada seorang laki-laki yang mencaci ‘Ali radhiallahu ‘anhu, Thalhah, dan Zubair. Melihat itu, Sa’ad pun melarang orang itu agar tidak melakukan hal tersebut, namun orang itu tak mau berhenti dari perbuatannya, bahkan dia terus mengulangi perkataannya itu.
Karenanya, Sa’ad berkata, “Hentikanlah perbuatanmu ! Jika kamu tidak mau, maka aku akan berdoa untuk kejelekan dirimu!”
Orang itu berkata dengan nada mengejek, “Kamu mengatakan hal itu seolah-olah kamu adalah seorang nabi hingga doamu pun pasti dikabulkan.”
Sa’ad radhiallahu ‘anhu pun berdiri, lalu dia berwudhu, dan melakukan shalat dua rakaat. Setelah itu dia berdoa untuk kejelekan orang tersebut. Tidak berselang lama, orang laki-laki itu pun menjadi sebuah pelajaran dan bukti yang memperlihatkan kepada Sa’ad bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menerima doanya. Tiba-tiba keluarlah seekor unta yang kuat yang datang dengan membabi buta, sepertinya ia sedang mencari seorang laki-laki yang di doakan oleh Sa’ad teersebut. Ketika melihat laki-laki tersebut, unta itu langsung menendang orang tersebut dengan menggunakan kaki-kakinya hingga orang itu pun jatuh ke tanah. Unta itu masih terus menendang dan menginjak orang tersebut hingga dia mati.
Dimana Saad bin Waqas Dimakamkan?
Saad hidup hingga usianya menjelang 80 puluh tahun. Beliau Ia adalah kaum muhajirin yang paling akhir wafatnya.
Menjelang wafatnya, Saad meminta putranya untuk mengafaninya dengan jubah yang ia gunakan dalam perang Badar.
“Aku mempunyai sebuah jubah yang terbuat dari bulu. Ketika menghadapi pasukan kaum musyrikin pada peperangan Badar, aku mengenakan jubah tersebut. Sesungguhnya aku ingin bertemu Allah dengan menggunakan jubah tersebut. Karenanya, kafanilah aku dengan jubah itu bila aku meninggal.”
Pada pagi hari di tahun ke-55 Hijriyah, kaum muslimin melayat Sa’ad. Mereka memakamkannya di Baqi’ di samping kuburan para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (Ummahat Almu’minin) ikut mendoakannya. Mereka semua menangis tersedu-sedu, karena sang pelempar jitu dan pemilik doa yang selalu terkabulkan itu telah meninggal dunia.
Sebahagian orang percaya Saad bin Abi Waqqas
menghabiskan sisa hidupnya dan meninggal di Guangzhou, China. Sebuah pusara diyakini sebagai makamnya. Makamnya menjadi tempat kunjungan wisata religi dari seluruh pelosok dunia. Orang yang datang di Guangzhou merasa tidak lengkap jika tidak menjejakkan kaki ke makam Saad. Namun, sebagian lagi menyatakan, Saad meninggal di Baqi’, dekat Madinah, dan dimakamkan dikawasan makam para sahabat. Meskipun tidak diketahui secara pasti di mana Saad bin Abi Waqqas meninggal dan dimakamkan, namun yang pasti ia memiliki peranan penting terhadap perkembangan Islam di China.
Kalaupun kubur yang ada di China itu bukan kubur Saad bin Abi Waqas tetapi pastinya kubur tersebut adalah kubur seorang berbangsa Arab yang memiliki jasa besar kepada perkembangan Islam di China.
Semoga Sa’ad dapat sampai ke surga-surga Allah, serta dapat meraih keridhaan dan ampunan-Nya.
Kini yang tersisa hanyalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“ Lemparkan (anak panah ini), wahai Sa’ad. Ayah dan Ibuku menjadi tebusanmu.
Wallahu a'lam bisshawab
Kredit:
https://kisahmuslim.com
0 comments:
Post a Comment