Wednesday, August 31, 2016

Andai Kebahagiaan Penikahan itu Abadi




Kutulis kisah ini untuk segenap muslimah. Meskipun dengan menulisnya, hatiku semakin teriris-iris. Namun biarlah luka itu menganga, asalkan kalian tidak menjadi korban berikutnya.

Dulu… aku pernah merasakan bahagianya pernikahan. Aku mencintai suamiku, dia pun mencintaiku. Meskipun hidup pas-pasan, rumah tangga kami diliputi kedamaian. Suamiku orang yang pekerja keras. Ia berusaha mendapatkan tambahan penghasilan untuk bisa ditabung seiring Allah mengkaruniakan seorang buah hati kepada kami. Kami pun berusaha hidup qanaah, mensyukuri nikmat-nikmat Allah atas kami.

Saat-saat paling membahagiakan bagi kami adalah ketika malam hari. Saat sunyi dini hari, anakku lelap dalam tidurnya, aku dan suami bangun. Kami shalat malam bersama. Suamiku menjadi imam dan aku larut dalam bacaan Qur’annya. Tak jarang aku menangis di belakangnya. Ia sendiripun juga tak mampu menahan isak dalam tilawahnya.



Entah mengapa. Mungkin karena kami melihat teman-teman yang telah punya mobil baru. Tetangga yang membangun rumah menjadi lebih indah. Mulai terbersit keinginan kami agar uang kami semakin bertambah. Suamiku tak mungkin bekerja lebih lama karena ia sudah sering lembur untuk menambah penghasilannya. Tiba-tiba aku tertarik dengan bisnis saham. Sebenarnya aku tahu sistem bisnis ini mengandung riba, tapi entahlah. Keinginan menjadi lebih kaya membutakan mataku.

“Ambil bisnis ini saja, Mas. Insya Allah kita bisa lebih cepat kaya,” demikian kurang lebih saranku pada suami. Dan ternyata suamiku juga tidak menolak saran itu. Ia satu pemikiran denganku. Mungkin juga karena tergoda oleh rayuan iklan bisnis saham tersebut.

Akhirnya, kami membeli saham dengan seluruh tabungan yang kami miliki. Suamiku mengajukan kredit untuk modal usaha kami. Sejumlah barang yang bisa kami jual juga kami jadikan modal, termasuk perhiasan pernikahan kami.

Beberapa pekan kemudian, bisnis kami menunjukkan perkembangan meskipun tidak besar. Kami mengamati saham hingga ibadah-ibadah sunnah yang dulunya membahagiakan kami mulai keteteran. Tilawah tidak sempat. Shalat sunnah hilang diterpa kantuk dan lelah. Hidup mulai terasa gersang di satu sisi, tetapi kekayaan mulai tergambar di sisi lain.

Hingga suatu hari, tiba-tiba harga saham menurun drastis. Kami seperti terhempas dari ketinggian. Kami sempat berharap bisa bangkit, tetapi harga saham kami justru semakin terpuruk. Hutang kami semakin menumpuk. Cash flow keluarga kami berantakan.

Di saat seperti itu, emosi kami seperti tidak terkendali. Ada sedikit saja pemicu, aku jadi marah. Pun dengan suami. Ia jadi sering menyalahkanku karena menyarankan bisnis riba dengan modal riba pula. Aku pun membela diri dan mengatakan kepadanya, mengapa sebagai suami yang harusnya jadi imam malah mengikuti saran istri jika saran itu keliru. Pertengkaran memuncak. Aku tidak dapat menguasai diri.

“Kalau begitu, ceraikan saja aku,” kataku malam itu.
“Ya, aku ceraikan kamu,” jawab suami dengan nada tinggi. Mendengar teriakan talak itu aku terhentak. Aku menangis. Anakku juga menangis. Tapi terlambat. Suamiku terlanjur pergi setelah itu.

Kini aku harus membesarkan anakku seorang diri. Sering sambil menangis aku membaca ayat:


يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS. Al Baqarah: 276)

Wahai para muslimah… qana’ah… qana’ah… Jangan menuntut suamimu lebih dari kemampuannya. Tak ada larangan untuk berusaha bersama-sama agar kondisi finansial menjadi lebih baik. Tetapi jangan sekali-kali terperosok dalam bisnis riba. Bahagia dalam hidup sederhana lebih baik daripada jiwa menderita karena cinta dunia.

Cukuplah aku yang berkata sambil menangis, “Dulu kami dipersatukan oleh ketaatan kepada Allah, lalu kami dipisahkan oleh kedurhakaan pada-Nya” [Kisahikmah.com]

*Diadaptasi dari kisah nyata dalam Sa’atan-Sa’atan yang ditulis Syaikh Mahmud Al Mishri dan Sirriyun lin Nisa’ yang ditulis Syaikh Ahmad Al Qaththan

Doa Mendapatkan Ganti Yang Lebih Baik


Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami

Abu Usamah dari Sa'd bin Sa'id ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Umar bin Katsir bin Aflah ia berkata, saya mendengar Ibnu Safinah menceritakan bahwa ia mendengar Ummu Salamah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah,
 'INAA LILLAHI WAINNAA ILAIHI RAAJI'UUN ALLAHUMMA`JURNII FII MUSHIIBATI WA AKHLIF LII KHAIRAN MINHAA"

(Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya Allah, berilah kami pahala karena mushibah ini dan tukarlah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya).'
melainkan Allah menukar baginya dengan yang lebih baik.

" Ummu Salamah berkata; Ketika Abu Salamah telah meninggal, maka saya pun membaca sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu Allah pun menggantikannya untukku dengan yang lebih baik darinya yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Sa'd bin Abu Sa'id telah mengabarkan kepadaku Umar bin Katsir dari Ibnu Safinah Maula Ummu Salamah, dari Ummu Salamah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, yakni serupa dengan haditsnya Abu Usamah, dan ia menambahkan; (Ummu Salamah) berkata,

"Siapakah yang lebih baik dari Abu Salamah sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian Allah pun mengokohkan hatiku untuk mengucapkannya. Lalu aku pun menikah dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." (HR.Muslim no:1526)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لِيَعْزِ المسْلِمِيْنَ فِي مَصَائِبِهِمْ المصِيْبَةُ بي “Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum muslimin.”(Shahih Al Jami’, 5459) Dalam lafazh yang lain disebutkan. مَنْ عَظَمَتْ مُصِيْبَتُهُ فَلْيَذْكُرْ مُصِيْبَتِي، فَإِنَّهَا سَتَهَوَّنُ عَلَيْهِ مُصِيْبَتُهُ “Siapa saja yang terasa berat ketika menghadapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut.” (Disebutkan dalam Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, Ibnu ‘Abdil Barr, hal. 249, Mawqi’ Al Waroq)

Ternyata, musibah orang yang lebih sholih dari kita memang lebih berat dari yang kita alami. Sudah seharusnya kita tidak terus larut dalam kesedihan.

Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata, يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, « الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.”

HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185) Wallahu a'lam 

Redaksi : AbuMiqdam/AkhlaqMulia

Friday, August 26, 2016

Sunnah Menantu yang Semakin Banyak Dilupakan

Ada banyak konflik suami dan istri yang diawali dengan bermasalahnya komunikasi mereka dengan mertua. Kedua belah pihak merasa layak untuk memenangkan perdebatan hingga persoalan didiamkan begitu saja atau ada pihak yang menjadi tersangka, dan pihak lainnya merasa selalu benar, enggan disalahkan meski keliru.

Dalam interaksi antara menantu dan mertua, sejatinya kita memiliki contoh yang amat paripurna dari sosok Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Beliau merupakan menantu dari sahabatnya-sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq dan sayyidina ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhuma-, juga mertua dari sosok berjuluk kunci ilmu pengetahuan, sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib.

Dalam konteks hubungan harmonis antara menantu dan mertua, ada begitu banyak teladan yang sering dilewatkan oleh kaum Muslimin. Padahal jika diamalkan, teladan ini pasti memberikan hasil yang amat optimal dan bermanfaat untuk menggapai bahagia dan barakah dalam rumah tangga.

Mari menjadi saksi, betapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam adalah sosok yang paling dekat hubungan ukhuwahnya dengan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah menjadi menantu Abu Bakar lantaran menikahi Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha.

Dan Abu Bakar adalah sosok yang paling dicintai oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dari kalangan laki-laki sebagaimana jawaban yang beliau sampaikan ketika ditanya oleh sahabat mulia Amru bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu.

Abu Bakar juga menjadi orang pertama yang membela Rasulullah sejak keduanya belum menjalin hubungan menantu dan mertua. Abu Bakar juga merupakan sosok pengganti Nabi sebagai pemimpin kaum Muslimin setelah manusia paling mulia di seluruh zaman itu wafat.

Mertua lainnya yang sangat disegani oleh Nabi ialah sayyidina ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu. Beliau menjadi mertua setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menikahi sosok Ummul Mukminin Hafshah Radhiyallahu ‘anha, sosok yang dikenal ahli tahajjud dan puasa sunnah.

‘Umar bin Khaththab ialah orang kedua yang paling diicntai Nabi setelah Abu Bakar ash-Shiddiq. Dan kita menjumpai, ada begitu banyak riwayat nan mengesankan antara keduanya.

Salah satunya, ‘Umar bin Khaththab pernah dipuji sebagai sosok yang ditakuti setan, bahkan setan akan memilih jalan selain yang dilewati oleh ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.

Wahai para menantu, sudahkah kita meneladani Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dalam hal ini? Jika belum, wajar jika kita bermasalah dengan mertua. Sebab jika sunnah Nabi ini diamalkan, insya Allah relasi dengan mertua akan senantiasa berada dalam kebaikan dan keberkahan.

Wallahu a’lam.

(keluargacinta/muslimahzone.com)

Agar Istri Mau Berhijab

Pernikahan merupakan idaman setiap manusia dimuka bumi yang mempunyai akal, yang masih memiliki keyakinan terhadap adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta, dan yang masih memiliki perasaan didalam dirinya bahwa setiap manusia tidak dapat hidup sendiri dan perlunya adanya objek untuk mencurahkan segala rasa sayang dan cintanya kepada seseorang.
Islam mengatur berbagai hal didalam lini kehidupan manusia lebih tepatnya islam mengatur menunjukan jalan kebenaran bagi setiap muslim, dalam menjalankan aktivitas dan ibadahnya selama hidup didunia, demi menggapai surga yang dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Wanita didalam islam begitu dimuliakan oleh karena itu Allah menjadikan salah satu nama Surat di dalam Al-qur’an namanya, terlebih ketika seorang muslimah mau menjalankan kewajiban dan hak nya kepada Allah maka tidak dipungkiri ini akan menjadi  aset dia dan tiket menuju surganya Allah subhanahuwa ta’ala.
Seorang suami didalam rumah tangga merupakan pemimpin ia bak seorang yang raja yang mempunyai susunan pemerintahan yang kecil didalam kehidupan, tapi bukan berarti seorang istri juga bisa dikatakan sebagai pembantu atau budak didalam kehidupan rumah tangga, ia laksana permaisuri hati yang patut dimuliakan oleh setiap anggota keluarga terlebih suami, yang wajib menafkahi secara lahir dan batin.

Tapi bagaimana jadinya jika seorang muslimah yang sudah berumah tangga enggan untuk menaati perintah Allah dan suami nya ketika dia diminta untuk berhijab, seringkali kita dapati meski ada beberapa istri yang enggan atau menolak untuk menaati kewajiban berhijab, semakin tinggi keimanan seseorang maka akan semakin berat juga cobaan yang akan diterimanya.
Berikut beberapa tips supaya istri mau berhijab versi islamediaku.

1. Nasihat


Nasihat merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menyampaikan sesuatu, akan tetapi terkadang setiap nasihat tidak sampai kepada pendengar dan diterima oleh orang yang ingin dinasehati, karena nasihat biasanya mengikuti pola dan sikap seseorang, meski terkadang dilain sisi pola nasihat bisa dimodifikasi sedemikian rupa agar mudah diterima dan didengar. Untuk menasehati seorang istri maka sang suami harus lebih tau seperti apa tipe istri kita, apakah dia seorang yang lembut yang tidak bisa menerima sesuatu yang disampaikan dengan tergesa gesa, atau mungkin istri kita tipe orang yang mungkin sedikit cuek terhadap nasehat, maka tugas sang suami adalah memilih kata yang tepat dan ungkapan yang halus dan mudah dipahami, untuk menyampaikan kepada istri tentang penting dan wajibnya untuk berhijab, terlebih jika istri kita adalah orang yang baru berhijrah maka akan sedikit sulit untuk diterima meski banyak juga wanita yang baru berhijrah sangat mudah sekali untuk menjalankan kewajibanya.

2. Waktu

Memilih waktu untuk memberi pelajaran kepada istri sangatlah diperlukan terlebih jika kita dan istri kita adalah orang yang sama- sama sibuk, waktu yang tepat akan memberikan suasana yang berbeda ketika kita ingin menasehati istri dan memberi pelajaran kepada istri tentang pentingnya berhijab, waktu itu bisa digunakan ketika seorang suami dan istri mendapatkan hari libur yang sama, sang suami boleh mengajak istrinya untuk pergi ketempat kajian jika memang sang suami kurang memahami ilmu islam atau cara dalam menyampaikanya, jika sang suami adalah orang yang cukup faham tentang urgensi hijab maka bisa menggunakan cara lain, yaitu dengan mengajak istri ketempat yang popular oleh istri kita, atau tempat dimana anda dan istri anda dulu pernah bernostalgia bersama sama, ketika diawal awal pernikahan yang semakin kesini anda dan istri anda jarang merasakanya karena suatu kesibukan, tempat yang tenang dan romantis akan menjadi kesan tersendiri dihati sang istri ketika anda ingin menyampaikan ilmu islam secara kontinyu.

3. Hadiah

Fungsi hadiah itu sendiri adalah untuk membahagiakan orang yang kita sayangi dan cintai terlebih istri kita sendiri, dengan hadiah seseorang akan merasakan betapa dia selalu diperhatikan dan dipedulikan, maka kesempatan untuk memberikan hadiah kepada seorang istri janganlah dilupakan oleh suami, kita bisa memodifikasi hadiah kita untuk sang istri dengan memberinya sebuah hijab yang baik menurut syariat islam atu mungkin dengan membelikanya satu set baju berhijab lengkap dengan buku pedoman menjadi wanita muslimah lagi sholehah (bukan iklan:-D), dengan diberikanya hadiah sang istri akan merasakan bahwa dirinya begitu berarti bagi sang suami, betapa suami ingin sekali lagi bertemu disurganya Allah subhanahuwa ta’ala beserta anak-anaknya.

4. Akhlaq yang baik

Semakin baik akhlaq suami kepada orang lain dan istri akan semakin baik pula tingkah laku istri kita, tapi bukan berarti suami menggunakan hijab kemudian baru sang istri ikut berhijab (bahaya). Karena istri  adalah cerminan diri kita sendiri karena tulang rusuk adalah pasangan tulang yang ada didalam diri sang suami, dengan ucapan yang baik dan halus serta mudah diterima maka sang istri akan mudah untuk menerima setiap masukan yang diberikan sang suami kepada istri.


Sebaik baik suami adalah yang paling baik tingkah lakunya terhadap para istrinya, dan sebaik baiknya istri adalah yang paling taat kepada suaminya dalam rangka beribadah kepada Allah wallahu a’lam