Showing posts with label Keluarga. Show all posts
Showing posts with label Keluarga. Show all posts

Sunday, January 8, 2017

Mendidik Anak Sesuai Islam


Tidak diragukan lagi bahwa setiap orang tua mendambakan anaknya menjadi anak yang saleh, anak yang berbakti kepada orang tua selama hidupnya dan mendoakannya setelah wafat. Tidak ada cara lain untuk menggapai ke arahnya kecuali dengan kembali kepada kitab Allah dan sunah Rasul-Nya dengan mempraktikkannya dalam keseharian, mendidik anak-anak kita di atasnya, menanamkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya di hati mereka dan membiasakan mereka tumbuh di atas ajaran Islam.

Usaha mendidik anak agar menjadi saleh memang tidak gampang, banyak liku-liku yang harus dihadapi oleh orang tua untuk menuju ke arahnya, jika kita melihat ajaran Islam akan nampak jelas rambu-rambu yang selayaknya dilalui oleh orang tua yang menginginkan anaknya menjadi saleh. Rambu-rambu tersebut tidak dimulai ketika anak sudah lahir, bahkan sebelum anak lahir dan sebelum seseorang memasuki mahligai rumah tangga.
Berikut ini di antara rambu-rambu yang perlu dilalui seseorang yang mendambakan anaknya menjadi saleh:

1. Memilih Istri
Selayaknya seseorang memilih istri yang mengenal kewajiban terhadap Tuhannya, kewajiban terhadap suaminya dan kewajiban terhadap anaknya, inilah istri yang salehah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi (orang) karena empat hal; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya, pilihlah yang baik agamanya, niscaya kamu selamat.” (HR. Bukhari-Muslim)

Istri sebagai ibu bagi anak sangat berpengaruh sekali terhadap pribadi anaknya, jika istri seorang yang salehah, maka berpeluang besar anaknya menjadi anak yang saleh. Sebaliknya jika istri tidak baik agamanya, maka dikhawatirkan anaknya akan terbawa.

2. Doa
Doa memiliki peranan penting dalam mendidik anak menjadi saleh, betapa tidak dengan doa sesuatu yang diharapkannya bisa terpenuhi, banyak bukti yang menunjukkan demikian, tidakkah Anda memperhatikan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika ia berdoa,

“Yaa Rabbi, berikanlah kepadaku anak yang termasuk orang-orang yang saleh.”

Maka Allah mengabulkannya,

Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. Ash Shaaffaat: 101)

3. Membaca Dzikr ketika Hendak Jima’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ : بِسْمِ اَللَّهِ . اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا اَلشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا ; فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ , لَمْ يَضُرَّهُ اَلشَّيْطَانُ أَبَدًا”.
“Kalau sekiranya salah seorang di antara mereka ketika hendak mendatangi istrinya mengucapkan, “Bismillah…dst (Artinya: Dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugrahkan kepada kami), Sesungguhnya jika ditakdirkan mendapatkan anak, niscaya setan tidak akan dapat membahayakannya selamanya.” (HR. Bukhari-Muslim)

4. Memenuhi Hak Anak Ketika Lahirnya
Hak-hak anak tersebut di antaranya adalah:

1. Men-tahnik anak yang baru lahir

Dianjurkan men-tahnik anak yang baru lahir dan mendoakan keberkahan untuknya sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tahnik maksudnya mengunyah kurma, lalu mengoleskannya ke langit-langit mulut si bayi dengan jari, kalau tidak ada kurma bisa dengan makananan manis lainnya. Dan dianjurkan yang mengolesnya adalah orang yang saleh.

Abu Musa berkata, “Aku dikaruniakan seorang anak, lalu aku membawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Beliau menamainya Ibrahim, men-tahnik-nya dengan kurma, mendoakan keberkahan untuknya lalu menyerahkan kepadaku. Anak itu adalah anak paling tua Abu Musa.” (HR. Bukhari)
2. Memilih nama yang baik untuk anak
3. Mencukur rambutnya pada hari ketujuh

Setelah dicukur rambutnya lalu ditimbang dan disedekahkan dalam bentuk perak. Dalam mencukur dilarang mencukurnya dengan model qaza’ yaitu mencukur sebagian rambut kepala dan meninggalkan sebagiannya yang lain.
4. Mengaqiqahkan

Untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing (sebaiknya yang sepadan umurnya), sedangkan untuk anak perempuan seekor kambing. Hal ini dilakukan pada hari ketujuhnya.
5. Mengkhitannya

Khitan berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan pada hari ketujuh atau setelahnya. Ibnul Qayyim pernah berkata, “Tidak boleh bagi wali membiarkan anaknya tidak dikhitan sampai ia baligh.”
6. Mendoakannya

Dianjurkan mendoakan keberkahan untuk anak sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga dianjurkan mendoakan perlindungan buatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendoakan perlindungan untuk al-Hasan dan al-Husein dengan mengucapkan,

اُعِيْذُكَ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
“Aku meminta perlindungan dengan kalimat Allah yang sempurna untukmu, dari setiap setan dan burung hantu serta dari pengaruh mata yang jahat.” (HR. Bukhari)
7. Menyusuinya

Lebih utama dilakukan selama dua tahun (lihat Al Baqarah: 233).
8. Memberikan makanan yang halal


5. Mendidiknya di Atas Pendidikan Islam.
Ini adalah hak anak yang paling besar, yang seharusnya dipenuhi oleh seorang ayah yaitu mengajarkan anak Alquran dan sunah agar dia mengetahui kewajibannya, tujuan hidupnya dan bisa beribadah dengan benar, AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim: 6)

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Ajarilah ilmu (agama) kepada mereka dan adab.”

Contoh pendidikan Islam adalah dengan mengajarkan anak seperti yang diajarkan Luqman kepada anaknya berikut ini,

Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar” (13) Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada kedua orang orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (14) Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (15)

Luqman melanjutkan kata-katanya lagi:

“Hai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (16) Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah mengerjakan yang baik dan cegahlah dari perbuatan yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan .(17) Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (18) (QS. Luqman: 12-18).

6. Orang Tua Memiliki Akhlak yang Mulia
Seorang anak biasanya mengikuti prilaku orang tua, maka sudah seharusnya orang tua memiliki akhlak yang mulia, janganlah ia tampakkan kepada anaknya akhlak yang buruk karena anak akan menirunya. Hendaknya ia ingat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang ikut melakukannya setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka. Dan barang siapa yang mencontohkan perbuatan yang buruk dalam Islam, maka dia akan memikul dosanya dan dosa orang-orang yang ikut mengerjakannya setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa mereka.” (HR. Muslim)

7. Mengajarkan Dasar-Dasar Islam
Yakni dengan mengenalkan tauhid kepada anak, mengenalkan pokok aqidah islamiyyah (dasar-dasar aqidah Islam) seperti rukun iman yang enam, juga mengenalkan maknanya Demikian juga mengajarkan rukun-rukun Islam kepada anak seperti makna syahadat, tentang shalat, zakat, puasa, dan hajji.

8. Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah dan Rasul-Nya
Cara menanamkan rasa cinta kepada Allah adalah dengan mengajak anak memperhatikan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya, misalnya ketika ayah dengan anaknya sedang menikmati makanan, lalu ayah bertanya, “Nak, tahukah kamu siapa yang memberikan makanan ini?” Anak lalu berkata, “Siapa, yah?” Ayah menjawab, “Allah, Dialah yang memberikan rezeki kepada kita dan kepada semua manusia.”

Dengan cara seperti ini Insya Allah rasa cinta kepada Allah akan tertancap di hati anak.

Sedangkan cara menanamkan rasa cinta kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menceritakan kepada anak sirah atau sejarah hidup Beliau, akhlak Beliau dsb.

9. Menanamkan Rasa Muraaqabah (pengawasan Allah) di Hati Anak
Lihat surat Luqman ayat 16.

10. Membiasakan Anak Mendirikan Shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوْا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلَاةِ لِسَبْعٍ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي اْلمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak-anakmu shalat ketika berumur tujuh tahun, pukullah mereka jika meninggalkannya setelah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidurnya.” (shahih, HR. Ahmad dan Abu Dawud)

11. Melatih Anak Berpuasa di Bulan Ramadhan
Rubayyi’ binti Mu’awwidz pernah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim seseorang pada pagi hari Asyura (10 Muharram) ke desa-desa Anshar (untuk menyerukan): “Barang siapa yang sudah berniat puasa maka sempurnakanlah puasanya dan barangsiapa yang pada pagi harinya tidak berniat puasa maka hendaknya ia berpuasa”, maka setelah itu kami berpuasa dan menyuruh anak-anak kami yang masih kecil berpuasa insya Allah, kami pergi ke masjid setelah membuatkan mainan untuk mereka dari bulu domba, ketika salah seorang di antara mereka menangis karena meminta makan, kami berikan mainan itu kepadanya menjelang berbuka.” (HR. Muslim)

12. Mengajarkan Anak Meminta Izin Ketika Masuk ke Kamar Orang Tua
Islam menyuruh para orang tua mengajarkan anak meminta izin jika masuk ke kamar orang tua, khususnya pada tiga waktu; sebelum shalat Subuh, pada siang hari (pada saat tidur siang) dan setelah shalat Isya, lihat An Nuur: 58.

13. Mencarikan Teman atau Lingkungan yang Baik Bagi Anak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الرجل على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang mengikuti agama kawannya, maka hendaknya salah seorang di antara kamu melihat siapa yang menjadi kawannya.” (HR. Abu dawud dan Tirmizi, Shahihul Jaami’ no. 3545)

14. Membiasakan Adab-Adab Islam Kepada Anak
Misalnya mengajarkan adab makan, adab mengucapkan salam, adab bersin, adab di majlis, adab menguap, adab ketika tidur, adab berbicara, adab buang air dsb.

15. Mencegah Anak Berprilaku Seperti Wanita atau Anak Wanita Berprilaku Seperti Anak Laki-Laki.

16. Bersikap Adil Terhadap Anak-Anaknya
Contoh tidak bersikap adil terhadap anak-anak adalah seorang ayah melebihkan sebagian anak dalam pemberian dengan meninggalkan yang lain, perbuatan ini hukumnya adalah haram kecuali jika maksudnya membantu karena anak tersebut tidak mampu dengan syarat orang tua memiliki niat di hatinya jika anak yang lain tidak mampu juga maka akan diberikan hal yang sama. Terhadap pemberian yang tidak adil Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلَيْسَ يَسُرُّكَ اَنْ يَكُوْنُوْا اِلَيْكَ فىِ الْبِرِّ سَوَاءً
“Bukankah kamu suka, jika mereka sama-sama berbakti kepadamu?” (HR. Ahmad dan Muslim)

17. Tanggap Terhadap Prilaku Buruk yang Terkadang Muncul Pada Anak
Yakni seorang bapak hendaknya tanggap dan tidak membiarkan prilaku buruk muncul pada anak. Jika seorang bapak tidak tanggap terhadap prilaku buruk pada anak maka anak akan terbiasa berprilaku buruk, dan jika sudah seperti ini sangat sulit diarahkan.

Oleh: Marwan bin Musa

Artikel www.Yufidia.com

Ahammul maraaji’:
Ath Thariiq ilal waladish shaaalih (Wahid Abdus Salaam Baaliy)
Kaifa nurabbiy aulaadaanaa tarbiyah shaalihan (M. Hasan Ruqaith)
dll.

Monday, January 2, 2017

Tidak Akan Terlambat Berbakti Kepada Kedua Orang Tua


Bagi Yang Orang Tuanya Sudah Meninggal, Belum Habis Kesempatan Untuk  Berbakti

● Banyaklah memintakan AMPUN untuknya.
Karena Nabi tercinta -shollalohu alaihi wasallam- pernah bersabda :
إن الرجل لترفع درجته في الجنة، فيقول: أنى هذا؟ فيقال: باستغفار ولدك لك
“Sungguh, ada seseorang DINAIKKAN DERAJATNYA di surga, sehingga dia bertanya : "Dari mana ini?". Maka dikatakan padanya : "Itu karena PERMINTAAN AMPUN ANAKMU untukmu".
[HR. Ibnu Majah: 3660, dihasankan oleh Syeikh Albani].

● Cara Berbakti pada Orang Tua Setelah Mereka Tiada


Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata,
ﺑَﻴْﻨَﺎ ﻧَﺤْﻦُ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺇِﺫَﺍ ﺟَﺎﺀَﻩُ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦْ ﺑَﻨِﻰ ﺳَﻠِﻤَﺔَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻫَﻞْ ﺑَﻘِﻰَ ﻣِﻦْ ﺑِﺮِّ ﺃَﺑَﻮَﻯَّ ﺷَﻰْﺀٌ ﺃَﺑَﺮُّﻫُﻤَﺎ ﺑِﻪِ ﺑَﻌْﺪَ ﻣَﻮْﺗِﻬِﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ ‏« ﻧَﻌَﻢِ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻤَﺎ ﻭَﺍﻻِﺳْﺘِﻐْﻔَﺎﺭُ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﻭَﺇِﻧْﻔَﺎﺫُ ﻋَﻬْﺪِﻫِﻤَﺎ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻫِﻤَﺎ ﻭَﺻِﻠَﺔُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻢِ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﻻَ ﺗُﻮﺻَﻞُ ﺇِﻻَّ ﺑِﻬِﻤَﺎ ﻭَﺇِﻛْﺮَﺍﻡُ ﺻَﺪِﻳﻘِﻬِﻤَﺎ ‏» .

“Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “ Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya .”
(HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, juga disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan )
Dalam hadits yang lain, kita dapat melihat bagaimana bentuk berbakti pada orang tua yang telah meninggal dunia lewat berbuat baik pada keluarga dari teman dekat orang tua.

Ibnu Dinar meriwayatkan, ‘
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata bahwa ada seorang lelaki Badui bertemu dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar memberi salam dan mengajaknya untuk naik ke atas keledainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah kenalan baik (ayahku) Umar bin Al-Khattab. Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﻥَّ ﺃَﺑَﺮَّ ﺍﻟْﺒِﺮِّ ﺻِﻠَﺔُ ﺍﻟْﻮَﻟَﺪِ ﺃَﻫْﻞَ ﻭُﺩِّ ﺃَﺑِﻴﻪ

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya. ” (HR. Muslim no. 2552)

Dalam riwayat yang lain, Ibnu Dinar bercerita tentang Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma , “Apabila Ibnu ‘Umar pergi ke Makkah, beliau selalu membawa keledai sebagai ganti unta apabila ia merasa jemu, dan ia memakai sorban di kepalanya. Pada suatu hari, ketika ia pergi ke Makkah dengan keledainya, tiba-tiba seorang Arab Badui lewat, lalu Ibnu Umar bertanya kepada orang tersebut, “Apakah engkau adalah putra dari si fulan?” Ia menjawab, “Betul sekali.” Kemudian Ibnu Umar memberikan keledai itu kepadanya dan berkata, “Naiklah di atas keledai ini.” Ia juga memberikan sorbannya (imamahnya) seraya berkata, “Pakailah sorban ini di kepalamu.”

Salah seorang teman Ibnu Umar berkata kepadanya, “Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu yang telah memberikan orang Badui ini seekor keledai yang biasa kau gunakan untuk bepergian dan sorban yang biasa engkau pakai di kepalamu.” Ibnu Umar berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﻥَّ ﻣِﻦْ ﺃَﺑَﺮِّ ﺍﻟْﺒِﺮِّ ﺻِﻠَﺔَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﺃَﻫْﻞَ ﻭُﺩِّ ﺃَﺑِﻴﻪِ ﺑَﻌْﺪَ ﺃَﻥْ ﻳُﻮَﻟِّﻰَ
“ Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya setelah meninggal dunia. ”Sesungguhnya ayah orang ini adalah sahabat baik (ayahku) Umar (bin Al-Khattab).
Bisa jadi pula bentuk berbuat baik pada orang tua adalah dengan bersedekah atas nama orang tua yang telah meninggal dunia.

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata,
ﺃَﻥَّ ﺳَﻌْﺪَ ﺑْﻦَ ﻋُﺒَﺎﺩَﺓَ – ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ – ﺗُﻮُﻓِّﻴَﺖْ ﺃُﻣُّﻪُ ﻭَﻫْﻮَ ﻏَﺎﺋِﺐٌ ﻋَﻨْﻬَﺎ ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺃُﻣِّﻰ ﺗُﻮُﻓِّﻴَﺖْ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻏَﺎﺋِﺐٌ ﻋَﻨْﻬَﺎ ، ﺃَﻳَﻨْﻔَﻌُﻬَﺎ ﺷَﻰْﺀٌ ﺇِﻥْ ﺗَﺼَﺪَّﻗْﺖُ ﺑِﻪِ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ ‏« ﻧَﻌَﻢْ ‏» . ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺈِﻧِّﻰ ﺃُﺷْﻬِﺪُﻙَ ﺃَﻥَّ ﺣَﺎﺋِﻄِﻰ ﺍﻟْﻤِﺨْﺮَﺍﻑَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ
“Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin ‘Ubadah
radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia. Sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sisinya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat .’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.”
(HR. Bukhari no. 2756)
Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin. Lihat Majmu’ Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 24: 314.

● Bentuk Bakti Anak
Bentuk berbakti dengan orang tua ketika mereka berdua atau salah satunya telah meninggal dunia adalah :
》Mendo’akan kedua orang tua.
》Banyak meminta ampunan pada Allah untuk kedua orang tua.
》Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia.
》Menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin.
》Memuliakan teman dekat keduanya.
》Bersedekah atas nama orang tua yang telah tiada.
Semoga bisa diamalkan.

Selama orang tua masih hidup, itulah kesempatan kita terbaik untuk berbakti pada orang tua. Karena berbakti pada keduanya adalah jalan termudah untuk masuk surga.
Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻟْﻮَﺍﻟِﺪُ ﺃَﻭْﺳَﻂُ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻓَﺈِﻥْ ﺷِﺌْﺖَ ﻓَﺄَﺿِﻊْ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟْﺒَﺎﺏَ ﺃَﻭِ ﺍﺣْﻔَﻈْﻪُ
“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya .”
(HR. Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 3663 dan Ahmad 6: 445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Al-Qadhi Baidhawi mengatakan,
“Bakti pada orang tua adalah pintu terbaik dan paling tinggi untuk masuk surga. Maksudnya, sarana terbaik untuk masuk surga dan yang mengantarkan pada derajat tertinggi di surga adalah lewat mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya.
Ada juga ulama yang mengatakan,
‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk surga melalui pintu tersebut adalah melakukan kewajiban kepada orang tua.’
(Tuhfah Al-Ahwadzi , 6: 8-9).
Kalau orang tua kita masih hidup, manfaatkanlah kesempatan berbakti padanya walau sesibuk apa pun kita.
Wallahu Waliyyut Taufiq,
Hanya Allah Yang Memberi Taufik.
______________________
Artikel Rumaysho.Com

Thursday, October 2, 2014

Profil Kehidupan Generasi Terbaik Umat Islam



Pada suatu pagi hari buta Ali bangun, lalu ia dan istrinya, Fathimah, mencari sesuatu untuk di makan. Akan tetapi, keduanya tidak menemukan sesuatu pun. Ali mengenakan mantel bulu karena cuaca saat itu sangat dingin, lalu keluar mencari sesuatu. Ia pergi menuju pinggiran kota Madinah. Selanjutnya, ia teringat dengan seorang Yahudi yang memiliki lahan pertanian, maka Ali pun segera menuju kepadanya dan langsung masuk ke dalam pintu lahan pertanian yang sempit lagi kecil.



Melihat kedatangan Ali, orang Yahudi itu berkata: Hai orang Arab, kemarilah dan bantulah aku menimba air. Aku akan mengupahmu untuk setiap timba dengan sebiji kurma.Timba yang dimaksud berukuran besar, lalu air yang ditimbanya dinaikkan ke punggung unta. Ali bekerja kepada lelaki Yahudi itu beberapa saat hingga kedua tangannya bengkak dan tubuhnya terasa pegal-pegal. Setelah itu orang Yahudi tersebut memberinya kurma sesuai dengan bilangan timba yang telah diangkatnya. Selanjutnya, Ali pulang dengan membawa kurma hasil upah kerjanya. Dalam perjalanannya ia mampir dahulu ke rumah Rasul SAW, lalu berbagi buah kurma dengan beliau. Sisanya yang tidak begitu banyak ia bawa pulang untuk ia makan bersama Fathimah, istrinya, sepanjang hari itu.



Subhanallah, Itulah profil kehidupan mereka. Sekalipun demikian, mereka merasakan bahwa rumah tangga mereka penuh dengan kebahagiaan, keceriaan, cahaya, dan kegembiraan. Ali bukanlah orang kaya harta. Ketika hendak meminang Fathimah, Rasulullah SAW bertanya: 'Apakah kamu punya sesuatu (maskawin)?' Ali menjawab: 'Demi Allah, aku tidak punya apa-apa. masya Allah...



Rasul SAW bertanya: "Dikemanakankah baju besi Huthamiyyahmu?" Ali melanjutkan kisahnya: Aku pun menyerahkannya dalam keadaan telah patah-patah, tidak senilai dengan dua dirham pun, dan beliau menikahkannya dengan maskawin itu. (HR. Abu Daud, Nasai dan Ibnu Hibban).



Wahai sahabatku..

Jangan engkau turuti hawa nafsumu dengan merongrong keinginanmu yang berlebih untuk mendapatkan seseorang yang ideal menurut pandangan duniamu. Sesungguhnya matahari masih akan terus bersinar bersama sebuah ikatan suci yang dijalin karena Allah. Allah memilih: hendaklah manusia menikahi seseorang karena agamanya, bukan karena harta, kedudukan, nasab, atau pun wajahnya.



Sesungguhnya Hasan dan Husain berayah miskin harta namun takwa, Umar bin Abdul Aziz beribu pemeras susu namun jujur, Imam Abu Hanifah berayah seorang musafir namun zuhud, Imam Ali Zainal Abidin beribu budak namun wara', Imam Hasan Al Banna berayah tukang jam namun ahli hadits. Subhanallah..



Wahai sahabatku..

Lihatlah kesudahan dari sebuah rumah tangga yang dibina karena memperturuti hawa nafsunya, dikalangan artis misalnya. Rumah tangga mereka berakhir dengan tragis dan tangis. Karena sejak semula niat mereka tidak lurus. Mereka tidak menganggap bahwa pernikahan itu sesuatu yang sangat sakral. Wahai sahabat, Apakah peristiwa-peristiwa itu tidak membuatmu berpikir? Afalaa ta'qiluun? ....



Wahai bunda, wahai ayahanda...

Janganlah kalian merongrong anak kalian untuk menikahi seseorang dengan standar materi, karena materi akan sirna bersama putaran roda, bersama tenggelamnya matahari, bersama redamnya ombak di lautan. Apabila sekarang dia cantik atau tampan, maka besok kecantikan atau ketampanan itu akan hilang. Jika hilang, akan dibawa kemana anakmu?!



Apabila sekarang dia kaya raya, maka besok dia bisa miskin. Siapakah engkau yang bisa menebak arah panah rezeki manusia, yang mengatakan "anakku akan tetap kaya hingga maut datang menjemputnya"?



Kebahagiaan sebuah rumah tangga bukan diukur dengan banyaknya harta dan tampan atau cantiknya wajah, tetapi ia hadir bersama turunnya hidayah, cinta kebenaran, dan tulus dalam berkasih sayang. Sesungguhnya hanya iman yang dapat melanggengkan bahtera pernikahan, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat...



masya Allah, laa hawla walaa quwwata illa billah...