Showing posts with label Jendela Muslimah. Show all posts
Showing posts with label Jendela Muslimah. Show all posts

Monday, January 9, 2017

Engkaukah Sang Qurrota A'yun



Bagaimana ciri-ciri istri yang penyayang atau yang disebut al wadud?

Dalam hadits disebutkan perintah untuk menikahi wanita yang penyayang.

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنِّى أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا قَالَ « لاَ ». ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ « تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ »

Dari Ma’qil bin Yasaar, ia berkata, “Ada seseorang yang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak.”

Kemudian ia mendatangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang.

Sampai ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketiga kalinya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

Yang dimaksud dengan wanita yang penyayang atau diistilahkan dengan al wadud adalah memberikan kasih sayang dan perhatian pada suaminya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam penjelasan hadits di atas memberikan dua sikap al wadudyaitu dalam perkataan itu lemah lembut dan berusaha tampil menawan di hadapan suami. Namun masih ada bentuk al wadud lainnya. Lihat Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 11: 27.
Lemah Lembut pada Suami

Istri yang penyayang adalah yang berkata santun di hadapan suami. Bukan dengan kata-kata kasar atau seringnya banyak menuntut, tak mudah bersyukur. Yang Allah perintahkan dalam Al Qur’an,

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al Hijr: 88). Ini pada orang beriman, apalagi di hadapan suami.

Tutur kata yang baik dianggap sebagai sedekah.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

“Tutur kata yang baik adalah sedekah.” (HR. Ahmad 2: 316 dan disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya secara mu’allaq -tanpa sanad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Dari ‘Adi bin Hatim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Selamatkanlah diri kalian dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik.” (HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1016)

Termasuk pula yang kami singgung di atas adalah istri banyak menuntut, tak mudah bersyukur. Karena model istri semacam ini yang menjadi sebab para wanita banyak masuk neraka. Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907).

Yang dimaksud kufur dalam hadits bukanlah maksudnya keluar dari Islam. Namun yang dimaksud adalah kufronul huquq, yaitu istri tidak mau memenuhi kewajiban terhadap suami. Jadi maksudnya bukanlah kufur terhadap Allah. Ini menunjukkan celaan bagi wanita yang dimaksud dalam hadits. Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 192.

Jadi, maksud hadits adalah celaan untuk wanita yang tidak mau bersyukur pada pemberian suami. Bahkan ini yang jadi sifat wanita, jika ia tidak diberi sekali padahal sudah sering keinginannya dipenuhi oleh suami, maka ia akan menggelari suaminya dengan gelarang suami yang pelit. Wanita itu berkata, “Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu.” Hujan setahun benar-benar tidak teranggap dikarenakan adanya kemarau sehari.
Berpenampilan Menawan di Hadapan Suami

Wanita saat ini bertingkah sebaliknya. Apalagi jika sudah menikah lama. Saat di hadapan suami berpenampilan pas-pasan, berbau kecut, enggan berdandan, berbau keringat, bahkan berbau asap yang tak sedap untuk didekati. Penampilan sebaliknya ketika keluar rumah, saat belanja atau menghadiri kondangan, cantiknya bagaikan bidadari surga dengan make-up yang tebal dan pakaian yang anggun menawan.

Padahal suami lebih berhak mendapatkan kecantikan tersebut. Orang lain tidak memberikan mahar pernikahan apa-apa pada istri. Tapi kok para istri lebih suka kecantikannya dipamerkan untuk pria lain di jalanan daripada suaminya sendiri? Ada apa ini?

Wanita terbaik adalah wanita yang selalu menampakkan kecantikan pada suaminya. Kecantikan itulah yang membuat suami senang dan tentram.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

As Sindiy mengatakan mengenai hadits di atas, yaitu wanita tersebut berpenampilan menawan secara lahir dan berakhlak baik secara batin.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al Mughni, “Disebut kecantikan di sini karena cantik itulah yang lebih menentramkan jiwa dan lebih menundukkan pandangan suami (tidak melirik pada wanita lain), itu pun akan menyempurnakan rasa cinta suami istri. Oleh karena itu dituntut adanya nazhor (memandangi calon pasangan) sebelum nikah.”

Jadilah wanita yang punya sifat al wadud yaitu penyayang. Dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan istri yang penyayang dengan al walud (punya banyak keturunan). Dikaitkan demikian karena istri yang penyayang membuat suami terus tentram padanya dan menginginkan darinya banyak keturunan.

Dari sini kita dapat ambil pelajaran pula bahwa yang dipentingkan adalah akhlak yang mulia karena yang dipilih adalah wanita yang penyayang. Sifat seperti ini dapat diketahui dari orang sekitarnya, tak mesti langsung dari si perempuan.

Wallahu waliyyut taufiq.


Selesai disusun saat kumandang azan Ashar, 6 Jumadats Tsaniyyah 1436 H di Darush Sholihin Gunungkidul

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Saturday, January 7, 2017

Warna - warni Meminang


“Kalo putra saya mau nikah, pokoknya segala adat di daerah kita ini harus dilaksanakan, biar ‘berkah’. Jangan kaya tetangga kita tuh! Masa meminang calon menantu ga pake adat nasi tumpeng.”
Itulah sekelumit perkataan yang terlontar di kalangan masyarakat dalam pelaksanaan prosesi “meminang”. Proses meminang merupakan detik-detik mendebarkan sekaligus membahagiakan bagi calon pasangan pengantin yang hendak melaksanakan ibadah sakral yaitu pernikahan. Hampir semua orang menganggap bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sangat istimewa. Pelaksanaannya akan menjadi kenangan yang tak terlupakan, sehingga dipersiapkan dengan sesempurna mungkin.
Adat Masyarakat dalam Meminang
Sudah menjadi adat atau kebiasaan di kalangan masyarakat dalam melaksanakan pernikahan putra-putrinya dengan menyesuaikan proses pernikahan. Sejak proses mencari pasangan hidup, memingang, sampai dengan pelaksanaan pesta pernikahan atau walimah dengan memperhatikan tata cara adat-istiadat yang berlaku di suatu daerah. Misalnya di awal keinginan putra-putrinya untuk menikah, orang tua memberikan kebebasan untuk mencari pasangan dengan “berpacaran”.
Padahal tradisi pacaran merupakan pintu gerbang perzinahan. Kemudian proses selanjutnya yaitu meminang seseorang yang akan menjadi pasangan hidupnya dengan tata cara sesuai adat-istiadat yang berlaku di daerah tempat tinggalnya. Misalnya:
  • Terjadinya ‘khalwat’ dalam proses ‘nazhor’, seorang wanita berduaan dengan lelaki yang akan melihatnya. Sungguh Rosululloh sholallohu alaihi wasallam melarang dengan keras dalam banyak sabdanya.
  • Mengadakan ritual saling mengikat antara seorang lelaki dan wanita sebelum pernikahan, yang ini sering dikenal dengan ritual ‘tunangan’, biasanya dilengkapi dengan “cincin tunangan”. Perkara ini termasuk tasyabuh (meniru-niru) budaya Barat.
  • Sering berkunjungnya seorang lelaki ke rumah wanita yang sudah dia lamar, berduaan dengannya dan keluar bersamanya. Perbuatan ini sebagai sarana bagi syaitan mengorbankan syahwat yang satu dengan yang lainnya maka terjadilah kemaksiatan.
  • Adanya bawaan khusus dari pihak calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin wanita, berupa makanan-makanan khusus yang sudah dilakukan oleh nenek moyang terdahulu, seperti; wajit, tape uli, roti buaya, tumpeng, nasi jotan dan lain sebagainya yang merupakan adat di suatu daerah tertentu.
Panduan Islam dalam Meminang
Islam sangat memperhatikan kesucian lahir dan batin bagi pemeluknya. Islam sangat menjaga dan menjujung tinggi nilai kemanusiaan agar tidak terjerumus pada kehinaan. Islam memperhatikan tabiat manusia untuk berpasangan melalui sarana pernikahan bukan perzinahan. Islam mengatur sejak awal proses pernikahan, semuanya berdasarkan peraturan yang sangat sesuai dengan kodrat manusia.
Dalam Islam, hendaknya bagi orang tua kedua pasangan mencarikan calon pasangan anak-anaknya dengan pasangan yang sholih dan sholihah. Apabila seorang laki-laki yang sholih dianjurkan untuk mencari wanita muslimah ideal maka demikian pula dengan wali kaum wanita. Wali wanita pun berkewajiban mencarikan laki-laki sholih yang akan dinikahkan dengan anaknya.
Dari Abu Hatim al-Muzani rohimakumulloh, ia berkata, “Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda,
“Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi)
Apabila seorang laki-laki telah nazhor (melihat) wanita yang dipinang serta wanita pun sudah melihat laki-laki yang meminangnya, kemudia tekad telah bulat untuk menikah, maka hendaklah masing-masing dari keduanya untuk melakukansholat istikhoroh dan berdo’a. Yaitu memohon kepada Alloh agar memberi taufiq dan kecocokan, serta memohon kepada-Nya agar diberikan pillihan yang baik baginya. Apabila sudah ada kecocokan, maka hendaklah calon pasangan pengantin menjaga hal-hal yang dapat menghantarkan mereka kepada perbuatan dosa, karena halal dan sahnya hubungan laki-laki dan wanita hanya dapat dilakukan lewat jalan pernikahan, dan hendaklah menyegerakan waktu pernikahanyang sah serta jangan menunda-nunda.
Meminang adalah perantara melakukan ibadah menikah, Islam mengajarkan tata cara meminang sesuai dengan syari’at, bahkan Islam melarang mengadakan ritual-ritual apapun dalam ibadah kecuali yang telah disyari’atkan.
Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim dari Aisyah)
Inilah Islam, agama yang mengatur segala perkara besar maupun kecil sesuai dengan tabiat manusia. Semuanya adalah pertengahan dan mudah. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu diberi ke-istiqomah-an dalam menitinya. Amiin.
Wallohu a’lam.
[Fajrifm.com-Islamediaku]

Monday, January 2, 2017

Perbedaan antara Hijab,Jilbab,Khimar dan Kerudung


Islamediaku - Menutup aurat bagi wanita muslimah sudah menjadi keharusan. Bahkan perintah agar wanita muslim menutup seluruh auratnya itu banyak Allah sebutkan dalam Al Quran.

Jilbab, Hijab, Khimar dan Kerudung adalah beberapa kata yang berkaitan dalam menutup aurat seorang muslimah. Namun, pada kenyataannya masih banyak muslimah yang belum memahami betul tentang arti dari Jilbab, Hijab, Khimar dan Kerudung.

Meski terlihat serupa, sebenarnya masing-masing istilah tersebut memiliki perbedaan dalam hal makna dan penggunaannya.

Di Indonesia sendiri, yang memang mayoritas penduduknya muslim sudah mulai menyadari akan pentingnya menutup auratnya. Entah itu trend atau memang kesadaran pribadi, namun menutup aurat dengan penutup kepala sudah mulai berkembang di Tanah Air.

Dan wanita muslim hendaknya mampu menjalankan dan mengamalkan syariat berkerudung sesuai fungsi dan ajaran yang tepat. Termasuk dalam hal ini mampu membedakan pengertian dari Hijab, Jilbab, Khimar dan Kerudung.

  • Hijab

Secara harfiah hijab berarti penghalang atau penutup. Di Al Quran, dalam konteks ini, hijab berarti penutup secara umum baik tirai pembatas, kelambu ataupun tabir yang membuat seorang muslimah tertutupi dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya.

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah” (QS. Al Ahzab: 53)

  • Jilbab

Jilbab adalah busana terusan untuk menutupi seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan tangan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutup jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab: 59)

  • Khimar

Khimar adalah kerudung yang menutupi kepala hingga leher dan dada. Sebagaimana firman Allah:

Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, “Agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya… (QS. An Nur: 31)

  • Kerudung

Sedangkan kerudung adalah penutup kepala. Dalam hal ini berkenaan dengan apapun yang bisa menutup kepala biasa di sebut kerudung, meskipun tidak menutup seluruh rambut dan leher.

Sumber: Tarbiyah.net

Sunday, January 1, 2017

5 Manfaat Menggunakan Jilbab Lebar dibandingkan Jilbab Biasa


Islamediaku - APAKAH Anda seringkali merasa risih melihat seorang perempuan yang berhijab lebar? Ya, memang kebanyakan orang akan berpikir seperti itu. Para pengguna hijab yang menutupi dada dengan ukuran cukup lebar ini, seakan menjadi pemandangan yang aneh. Mengapa? Karena memang jarang sekali perempuan-perempuan yang mau menggunakannya.

Tahukah Anda, bahwa ternyata menggunakan hijab lebar itu memiliki banyak keuntungan. Jika seorang muslimah telah memantapkan diri untuk gunakan hijab jenis ini, maka tentu tak aka nada penyesalan yang ia rasakan. Lantas, apa saja keuntungannya?

1. Menjauhkan Kita dari Godaan Mata Laki-laki
“Perempuan itu racun dunia,” rasanya ungkapan ini sudah tidak asing di telinga kita bukan? Apa pun yang kita kenakan tidak lepas dari godaan dan lirikan mata nakal lelaki. Dengan hijab lebar yang menutup dada, otomatis mereka pun lebih segan untuk menggoda kita. Setidaknya godaan yang muncul pun bukan suitan nakal dan membuat telinga panas lagi. Paling godaan semacam, “Assalamualaikum Aisyah/Bu haji,” yang akan kita terima dari mereka.

2. Menjadi Pelindung Ekstra dari Polusi
Memakai pakaian serba tertutup akan membuat tubuh kita terlindung dari berbagai polusi. Sehingga proteksi tambahan pun kita dapatkan tanpa harus mengoleskan ramuan ini itu pada tubuh kita. Nah, ternyata manfaat lain dari berhijab lebar juga bisa membuat tubuh kita lebih cerah lho. Bagaimana tidak, hijab akan mengahalangi kita dari sinar matahari langsung.

3. Menjadi Pengingat untuk Senantiasa Bersikap Baik
Banyak orang yang berkata, jika ingin menjadi orang baik itu harus dihijabi dulu hatinya, baru tubuhnya. Ini tentunya tidak bisa dibenarkan. Jika ada saudari kita yang berhijab dan berbuat khilaf tentunya bukan salah hijabnya kan?

Maka dengan menggunakan hijab lebar, secara tidak langsung kita akan diingatkan untuk menjaga perilaku kita. Minimal kita malu dengan hijab panjang yang mengulur dada dan menutupi tubuh kita selama ini.

4. Dijauhkan dari Laki-laki yang Berniat Main-main
Disadari atau tidak, lelaki akan lebih segan terhadap perempuan yang mengenakan hijab lebar dibanding mereka yang berhijab lempar kemudian kait bahu. Ini menjadi keuntungan tersendiri bagi kita, setidaknya nanti lelaki yang datang merupakan mereka yang berniat serius menjalin ikatan tanpa ada rasa penasaran untuk main-main terlebih dahulu.

5. Penjual Makanan Lebih Mudah Mengingatkan Kita akan Makanan Halal
Banyak restoran yang kehalalan makanannya masih dipertanyakan hingga saat ini. Nah, dengan memakai hijab, biasanya penjual akan memberitahukan kita terlebih dahulu, halal atu tidaknya makanan yang ia jual. Tidak mau kan jika makanan yang selama ini kita konsumsi malah menimbulkan madhorot bagi diri kita? []
Sumber: ummi-online.com

Wednesday, August 31, 2016

Andai Kebahagiaan Penikahan itu Abadi




Kutulis kisah ini untuk segenap muslimah. Meskipun dengan menulisnya, hatiku semakin teriris-iris. Namun biarlah luka itu menganga, asalkan kalian tidak menjadi korban berikutnya.

Dulu… aku pernah merasakan bahagianya pernikahan. Aku mencintai suamiku, dia pun mencintaiku. Meskipun hidup pas-pasan, rumah tangga kami diliputi kedamaian. Suamiku orang yang pekerja keras. Ia berusaha mendapatkan tambahan penghasilan untuk bisa ditabung seiring Allah mengkaruniakan seorang buah hati kepada kami. Kami pun berusaha hidup qanaah, mensyukuri nikmat-nikmat Allah atas kami.

Saat-saat paling membahagiakan bagi kami adalah ketika malam hari. Saat sunyi dini hari, anakku lelap dalam tidurnya, aku dan suami bangun. Kami shalat malam bersama. Suamiku menjadi imam dan aku larut dalam bacaan Qur’annya. Tak jarang aku menangis di belakangnya. Ia sendiripun juga tak mampu menahan isak dalam tilawahnya.



Entah mengapa. Mungkin karena kami melihat teman-teman yang telah punya mobil baru. Tetangga yang membangun rumah menjadi lebih indah. Mulai terbersit keinginan kami agar uang kami semakin bertambah. Suamiku tak mungkin bekerja lebih lama karena ia sudah sering lembur untuk menambah penghasilannya. Tiba-tiba aku tertarik dengan bisnis saham. Sebenarnya aku tahu sistem bisnis ini mengandung riba, tapi entahlah. Keinginan menjadi lebih kaya membutakan mataku.

“Ambil bisnis ini saja, Mas. Insya Allah kita bisa lebih cepat kaya,” demikian kurang lebih saranku pada suami. Dan ternyata suamiku juga tidak menolak saran itu. Ia satu pemikiran denganku. Mungkin juga karena tergoda oleh rayuan iklan bisnis saham tersebut.

Akhirnya, kami membeli saham dengan seluruh tabungan yang kami miliki. Suamiku mengajukan kredit untuk modal usaha kami. Sejumlah barang yang bisa kami jual juga kami jadikan modal, termasuk perhiasan pernikahan kami.

Beberapa pekan kemudian, bisnis kami menunjukkan perkembangan meskipun tidak besar. Kami mengamati saham hingga ibadah-ibadah sunnah yang dulunya membahagiakan kami mulai keteteran. Tilawah tidak sempat. Shalat sunnah hilang diterpa kantuk dan lelah. Hidup mulai terasa gersang di satu sisi, tetapi kekayaan mulai tergambar di sisi lain.

Hingga suatu hari, tiba-tiba harga saham menurun drastis. Kami seperti terhempas dari ketinggian. Kami sempat berharap bisa bangkit, tetapi harga saham kami justru semakin terpuruk. Hutang kami semakin menumpuk. Cash flow keluarga kami berantakan.

Di saat seperti itu, emosi kami seperti tidak terkendali. Ada sedikit saja pemicu, aku jadi marah. Pun dengan suami. Ia jadi sering menyalahkanku karena menyarankan bisnis riba dengan modal riba pula. Aku pun membela diri dan mengatakan kepadanya, mengapa sebagai suami yang harusnya jadi imam malah mengikuti saran istri jika saran itu keliru. Pertengkaran memuncak. Aku tidak dapat menguasai diri.

“Kalau begitu, ceraikan saja aku,” kataku malam itu.
“Ya, aku ceraikan kamu,” jawab suami dengan nada tinggi. Mendengar teriakan talak itu aku terhentak. Aku menangis. Anakku juga menangis. Tapi terlambat. Suamiku terlanjur pergi setelah itu.

Kini aku harus membesarkan anakku seorang diri. Sering sambil menangis aku membaca ayat:


يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS. Al Baqarah: 276)

Wahai para muslimah… qana’ah… qana’ah… Jangan menuntut suamimu lebih dari kemampuannya. Tak ada larangan untuk berusaha bersama-sama agar kondisi finansial menjadi lebih baik. Tetapi jangan sekali-kali terperosok dalam bisnis riba. Bahagia dalam hidup sederhana lebih baik daripada jiwa menderita karena cinta dunia.

Cukuplah aku yang berkata sambil menangis, “Dulu kami dipersatukan oleh ketaatan kepada Allah, lalu kami dipisahkan oleh kedurhakaan pada-Nya” [Kisahikmah.com]

*Diadaptasi dari kisah nyata dalam Sa’atan-Sa’atan yang ditulis Syaikh Mahmud Al Mishri dan Sirriyun lin Nisa’ yang ditulis Syaikh Ahmad Al Qaththan

Friday, August 26, 2016

Sunnah Menantu yang Semakin Banyak Dilupakan

Ada banyak konflik suami dan istri yang diawali dengan bermasalahnya komunikasi mereka dengan mertua. Kedua belah pihak merasa layak untuk memenangkan perdebatan hingga persoalan didiamkan begitu saja atau ada pihak yang menjadi tersangka, dan pihak lainnya merasa selalu benar, enggan disalahkan meski keliru.

Dalam interaksi antara menantu dan mertua, sejatinya kita memiliki contoh yang amat paripurna dari sosok Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Beliau merupakan menantu dari sahabatnya-sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq dan sayyidina ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhuma-, juga mertua dari sosok berjuluk kunci ilmu pengetahuan, sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib.

Dalam konteks hubungan harmonis antara menantu dan mertua, ada begitu banyak teladan yang sering dilewatkan oleh kaum Muslimin. Padahal jika diamalkan, teladan ini pasti memberikan hasil yang amat optimal dan bermanfaat untuk menggapai bahagia dan barakah dalam rumah tangga.

Mari menjadi saksi, betapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam adalah sosok yang paling dekat hubungan ukhuwahnya dengan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah menjadi menantu Abu Bakar lantaran menikahi Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha.

Dan Abu Bakar adalah sosok yang paling dicintai oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dari kalangan laki-laki sebagaimana jawaban yang beliau sampaikan ketika ditanya oleh sahabat mulia Amru bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu.

Abu Bakar juga menjadi orang pertama yang membela Rasulullah sejak keduanya belum menjalin hubungan menantu dan mertua. Abu Bakar juga merupakan sosok pengganti Nabi sebagai pemimpin kaum Muslimin setelah manusia paling mulia di seluruh zaman itu wafat.

Mertua lainnya yang sangat disegani oleh Nabi ialah sayyidina ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu. Beliau menjadi mertua setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menikahi sosok Ummul Mukminin Hafshah Radhiyallahu ‘anha, sosok yang dikenal ahli tahajjud dan puasa sunnah.

‘Umar bin Khaththab ialah orang kedua yang paling diicntai Nabi setelah Abu Bakar ash-Shiddiq. Dan kita menjumpai, ada begitu banyak riwayat nan mengesankan antara keduanya.

Salah satunya, ‘Umar bin Khaththab pernah dipuji sebagai sosok yang ditakuti setan, bahkan setan akan memilih jalan selain yang dilewati oleh ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.

Wahai para menantu, sudahkah kita meneladani Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dalam hal ini? Jika belum, wajar jika kita bermasalah dengan mertua. Sebab jika sunnah Nabi ini diamalkan, insya Allah relasi dengan mertua akan senantiasa berada dalam kebaikan dan keberkahan.

Wallahu a’lam.

(keluargacinta/muslimahzone.com)

Agar Istri Mau Berhijab

Pernikahan merupakan idaman setiap manusia dimuka bumi yang mempunyai akal, yang masih memiliki keyakinan terhadap adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta, dan yang masih memiliki perasaan didalam dirinya bahwa setiap manusia tidak dapat hidup sendiri dan perlunya adanya objek untuk mencurahkan segala rasa sayang dan cintanya kepada seseorang.
Islam mengatur berbagai hal didalam lini kehidupan manusia lebih tepatnya islam mengatur menunjukan jalan kebenaran bagi setiap muslim, dalam menjalankan aktivitas dan ibadahnya selama hidup didunia, demi menggapai surga yang dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Wanita didalam islam begitu dimuliakan oleh karena itu Allah menjadikan salah satu nama Surat di dalam Al-qur’an namanya, terlebih ketika seorang muslimah mau menjalankan kewajiban dan hak nya kepada Allah maka tidak dipungkiri ini akan menjadi  aset dia dan tiket menuju surganya Allah subhanahuwa ta’ala.
Seorang suami didalam rumah tangga merupakan pemimpin ia bak seorang yang raja yang mempunyai susunan pemerintahan yang kecil didalam kehidupan, tapi bukan berarti seorang istri juga bisa dikatakan sebagai pembantu atau budak didalam kehidupan rumah tangga, ia laksana permaisuri hati yang patut dimuliakan oleh setiap anggota keluarga terlebih suami, yang wajib menafkahi secara lahir dan batin.

Tapi bagaimana jadinya jika seorang muslimah yang sudah berumah tangga enggan untuk menaati perintah Allah dan suami nya ketika dia diminta untuk berhijab, seringkali kita dapati meski ada beberapa istri yang enggan atau menolak untuk menaati kewajiban berhijab, semakin tinggi keimanan seseorang maka akan semakin berat juga cobaan yang akan diterimanya.
Berikut beberapa tips supaya istri mau berhijab versi islamediaku.

1. Nasihat


Nasihat merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menyampaikan sesuatu, akan tetapi terkadang setiap nasihat tidak sampai kepada pendengar dan diterima oleh orang yang ingin dinasehati, karena nasihat biasanya mengikuti pola dan sikap seseorang, meski terkadang dilain sisi pola nasihat bisa dimodifikasi sedemikian rupa agar mudah diterima dan didengar. Untuk menasehati seorang istri maka sang suami harus lebih tau seperti apa tipe istri kita, apakah dia seorang yang lembut yang tidak bisa menerima sesuatu yang disampaikan dengan tergesa gesa, atau mungkin istri kita tipe orang yang mungkin sedikit cuek terhadap nasehat, maka tugas sang suami adalah memilih kata yang tepat dan ungkapan yang halus dan mudah dipahami, untuk menyampaikan kepada istri tentang penting dan wajibnya untuk berhijab, terlebih jika istri kita adalah orang yang baru berhijrah maka akan sedikit sulit untuk diterima meski banyak juga wanita yang baru berhijrah sangat mudah sekali untuk menjalankan kewajibanya.

2. Waktu

Memilih waktu untuk memberi pelajaran kepada istri sangatlah diperlukan terlebih jika kita dan istri kita adalah orang yang sama- sama sibuk, waktu yang tepat akan memberikan suasana yang berbeda ketika kita ingin menasehati istri dan memberi pelajaran kepada istri tentang pentingnya berhijab, waktu itu bisa digunakan ketika seorang suami dan istri mendapatkan hari libur yang sama, sang suami boleh mengajak istrinya untuk pergi ketempat kajian jika memang sang suami kurang memahami ilmu islam atau cara dalam menyampaikanya, jika sang suami adalah orang yang cukup faham tentang urgensi hijab maka bisa menggunakan cara lain, yaitu dengan mengajak istri ketempat yang popular oleh istri kita, atau tempat dimana anda dan istri anda dulu pernah bernostalgia bersama sama, ketika diawal awal pernikahan yang semakin kesini anda dan istri anda jarang merasakanya karena suatu kesibukan, tempat yang tenang dan romantis akan menjadi kesan tersendiri dihati sang istri ketika anda ingin menyampaikan ilmu islam secara kontinyu.

3. Hadiah

Fungsi hadiah itu sendiri adalah untuk membahagiakan orang yang kita sayangi dan cintai terlebih istri kita sendiri, dengan hadiah seseorang akan merasakan betapa dia selalu diperhatikan dan dipedulikan, maka kesempatan untuk memberikan hadiah kepada seorang istri janganlah dilupakan oleh suami, kita bisa memodifikasi hadiah kita untuk sang istri dengan memberinya sebuah hijab yang baik menurut syariat islam atu mungkin dengan membelikanya satu set baju berhijab lengkap dengan buku pedoman menjadi wanita muslimah lagi sholehah (bukan iklan:-D), dengan diberikanya hadiah sang istri akan merasakan bahwa dirinya begitu berarti bagi sang suami, betapa suami ingin sekali lagi bertemu disurganya Allah subhanahuwa ta’ala beserta anak-anaknya.

4. Akhlaq yang baik

Semakin baik akhlaq suami kepada orang lain dan istri akan semakin baik pula tingkah laku istri kita, tapi bukan berarti suami menggunakan hijab kemudian baru sang istri ikut berhijab (bahaya). Karena istri  adalah cerminan diri kita sendiri karena tulang rusuk adalah pasangan tulang yang ada didalam diri sang suami, dengan ucapan yang baik dan halus serta mudah diterima maka sang istri akan mudah untuk menerima setiap masukan yang diberikan sang suami kepada istri.


Sebaik baik suami adalah yang paling baik tingkah lakunya terhadap para istrinya, dan sebaik baiknya istri adalah yang paling taat kepada suaminya dalam rangka beribadah kepada Allah wallahu a’lam

Wednesday, January 27, 2016

Begini Gambaran Istri Sholehah



Oleh: Ustadz Ibnu Hasan Ath Thabari

Sahabat yang mulia Anas ibn Malik radhiyallahu anhu bercerita, bahwa ayahnya yang bernama Malik berkata kepada istrinya Ummu Sualim binti Milhan [ibunda Anas], “Laki-laki itu [maksudnya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam] mengharamkan khamr.” Oleh karena itu Malik meninggalkan istrinya ke negeri Syam, di negeri itu Malik mati dalam kondisi musyrik.

Ummu Sulaim-pun setelah itu menjadi janda. suatu hari datanglah Abu Thalhah yang saat itu masih musyrik untuk melamar Ummu Sulaim.

Ummu Sulaim berkataa, “Hai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak layak ditolak, akan tetapi anda seorang musyrik sementara aku seorang muslimah karena itu aku tidak mengkin menikah denganmu.”

Coba kita lihat, bagaimana sikap Ummu Sulaim dalam melakukan amar ma`ruf nahi munkar kepada Abu Thalhah yang akan melamarnya dan nanti kita lihat da`wah yang dilakukannya agar Abu Thalhah masuk islam. begitu juga keteguhan imannya, dia tidak terpengaruh dengan keyakinan suaminya yang pada akhirnya meninggalkan dirinya menjadi janda karena keislamannya.

Kita lanjutkan dialog Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah

Abu Thalhah berkata, “Bukan itu maksudmu kan?”

Ummu Sulaim, “Lalu apa maksudku?”

Abu Thalhah, “Emas dan perak.”

Ummu Sulaim, “Aku tidak mengharap emas dan perak, aku ingin islam darimu, jika anda masuk islam maka itulah maharku, aku tidak minta yang lain.”

Ummu Sulaim, tidak tergiur dengan harta kekayaan, emas dan perak untuk menukar agamanya bahkan demi iman dan islamnya ia menolak semua itu. tapi hari ini kita menyaksikan banyak orang menikah dengan motif karena harta kekayaan tanpa memperhatikan kualitas iman dan ketinggian akhlaq. dan ini pada akhirnya memicu problem suami istri dikemudian hari, apalagi Rasul sudah mengingatkan agar seseorang memilih pasangan hidupnya berdasarkan standar kualitas agama kalau ia ingin selamat. [Fazfar bi dzaatid diin taribat yadaak, pilihkan yang memiliki kualitas agama yang bailk, niscaya kamu selamat].

Selanjutnya,..

Abu Thalhah berkata, “Siapa yang akan menunjukkan hal itu kepadaku?”

Ummu Sulaim menjawab, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”

Maka berangkatlah Abu Thalhah menjumpai Rasulullah yang saat itu sedang duduk bersama para sahabat. tatkala Rasulullah melihat Abu Thalhah beliau berkata, “Abu Thalhah datang, terlihat cahaya islam dikedua matanya.”

Abu Thalhah menyampaikan apa yang diucapkan oleh Ummu sulaim, maka Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keislamannya.

Tsabit Al-Bunani rawi kisah ini dari Anas ibn Malik, berkata, “Kami tidak melihat ada mahar yang lebih agung dari maharnya Ummu Sulaim, ia rela Islam sebagai maharnya.”

Abu Thalhah radhiyallahu anhu menikahi Ummu Sulaim seorang wanita anshar yang mulia yang memiliki mata yang indah dari Ummu Sulaim ini Allah menganugrahkan seorang anak yang begitu dicintai oleh Abu Thalhah.

Suatu saat anak itu terserang penyakit, Abu Thalhah sangat cemas dan sedih dengan sakitnya putra yang sangat disayanginya.

Abu Thalhah shalat subuh bersama Nabi dan terus bersama beliau sampai menjelang siang, setelah itu ia pulang untuk makan dan beristirahat. setelah shalat dzuhur Abu Thalhah pergi menunaikan urusannya dan baru pulang pada waktu isya`. malam itu Abu Thalhah shalat isya bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam di masjid dan pada saat itulah putranya wafat.
Ummu Sulaim berkata, “Jangan ada seorangpun yang memberi tahu Abu Thalhah tentang kematiaan anaknya, biar aku sendiri yang melakukannya.”

Ummu Sulaim lalu memandikan anaknya, mengkafaninya dan menidurkannya ditempat tidurnya. tak lama setelah itu Abu Thalhah pulang ke rumah bersama beberapa sahabatnya. sesampainya di rumah ia berkata kepada Ummu Sulaim, “Bagaimana kondisi anakku?”

Ummu Sulaim menjawab, “Wahai suamiku, sejak ia sakit, ia tidakl pernah setenang saat ini, aku berharap ia sedang beristirahat.”

Setelah itu Ummu Sulaim menyiapkan makan malam untuk suaminya, Abu Thalhah pun makan bersama dengan kawan-kawannya, setelah selesai dan semua temannya pulang, Abu Thalhah ingin beristirahat. Ummu Sulaim menyibukkan dirinya berhias mempercantik dirinya sebaik mungkin, lalu ia menyusul suaminya ditempat istirahatnya. Abu Thalhah melihat istrinya yang sangat cantik, aroma harum tubuh istrinya menambah hasratnya sebagai suami menjadi menjadi bergejolak, perutnya kenyang, perasaannya tenang dan istrinya yang cantik ada dihadapannya, maka… [tahu sendiri dah apa yang terjadi..]

Di akhir malam Ummu Sulaim berkata kepada suaminya, “Suamiku, seandainya ada suatu kaum yang dipinjami sesuatu, lalu pemiliknya memintanya, apakah mereka berhak menahannya?”

Abu Thalhah menjawab, “Tentu tidak boleh, wahai istriku.”

Ummu Sulaim berkata, “Allah telah meminjamkan seorang anak kepadamu dan tadi ia telah mengambilnya kembali, bersabarlah dan memohonlah pahala kepadaNya.”

Mendengar ucapan istrinya, Abu Thalhah marah seraya berkata, “Mengapa baru sekarang kamu mengatakannya padaku, setelah aku melakukan padamu apa yang aku lakukan.”

Setelah itu Abu Thalhah ber-istirja` lalu mengucapkan alhamdulillah.

Ketika pagi tiba, Abu Thalhah melakukan shalat subuh berjamaah bersama dengan Rasulullah di masjid beliau, setelah selesai shalat Abu Thalhah menyampaikan apa yang terjadi dengan keluarganya dan sikap istrinya menghadapi peristiwa tsb. mendengar penuturan Abu Thalhah, Rasulullah bersabda mendoakan keduanya dengan ucapan, “baarakallaahu lakumaa fii lailatikumaa [ semoga Allah memberkahi kalian berdua di malam itu]

Luar biasa, walaupun putranya wafat, Ummu Sulaim menyambut suaminya dengan penuh kemesraan juga memperhatikan kebutuhan-kebutuihannya dan melayaninya dengan sempurna, ia tidak mengejutkan suaminya dengan berita kematian anaknya, ia tidak menyampaikan itu semua karena tau suaminya lelah dan butuh istirahat, baru setelah semuanya tenang ia menyampaikan berita duka itu dengan cara menyampaikan sebuah tamtsil yang sederhana tapi sangat mengena dalam diri suaminya.

Ummu Salamah juga memperlihatkan sosok wanita yang sabat atas musibah yang menimpanya dan ini adalah bukti nyata akan kekuatan imannya.

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah bersabada, “Tidak seorang muslimpun yang tertimpa musibah lalu ia berkata “innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” lalu ia ucapkan Ya Allah berilah ganjaran padaku dalam musibah yang menimpaku dan beri ganti padaku dengan yang lebih baik darinya”, kecuali Allah akan memberi ganti yang lebih baik.”

Ummu Salamah radhiyallahu anha berkata, “Ketika Abu Salamah wafat, aku berkata, “Siapa yang lebih baik dari Abu Salamah, keluarga pertama yang melakukan hijrah?”, lalu ia mengucapkan doa diatas , kata Ummu Salamah, “Allah memberiku ganti yang lebih baik dari Abu Salamah yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” [Setelah sampai `iddahnya Ummu Salamah di khitbah oleh Rasulullah dan menjadi istri beliau]

Begitupun dengan Ummu Sulaim, setelah Abu Thalhah menceritakan kasusnya kepada Rasulullah maka beliau mendoakan keberkahan bagi mreka berdua pada malam mereka bercampur dan setelah itu Ummu Salamah mendapatkan seorang putra yang kelak menjadi anak yang shalih yang anak-anaknya semuanya hafal Al Qur`an..

Rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a`yun waj`alnaa lil muttaqiina imaamaa

Allahumma Aamiin