Showing posts with label Persona. Show all posts
Showing posts with label Persona. Show all posts

Wednesday, January 4, 2017

Kandungan surah Al-Maidah ayat 51


Islamediaku - Jum'at, 14 Oktober 2016 | 36 Views Kandungan surah Al-Maidah ayat 51 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. (QS Al-Maidah, 5: 51).

Ayat ini adalah satu dari belasan ayat yang berhubungan dengan larangan mengangkat pimpinan dari kalangan non muslim. Oleh karena itu, penafsirannya harus dipadukan satu sama lain. Kecuali itu, penafsiran surah Al-Maidah ayat 51 ini pun tidak bisa hanya sepotong ayat. Sebab, potongan ayat selanjutna (sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain) adalah alasan atau dasar adanya larangan tersebut.

Kata WALI atau AULIYA (jamak) memiliki makna tidak kurang dari sepuluh makna. Antara lain teman, kawan setia, penolong, sekutu, pelindung, pemimpin, kekasih, dan lainnya. Pada ayat ini semua makna tersebut bisa berlaku, sebab substansinya adalah bahwa orang beriman dilarang masuk dalam lingkungan pengaruh atau kekuasaan mereka.

Dari mana makna itu diperoleh? Dari dasar atau alasan adanya larangan tersebut, yaitu “sebagian mereka adalah wali/auliya bagi sebagian lainnya”. Maksudnya adalah, ”Orang-orang beriman jangan menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali, sebab mereka itu hanya akan jadi wali di kalangan mereka sendiri. Orang Yahudi jadi wali bagi orang Yahudi sendiri sesuai dengan keyakinannya. Begitu juga orang Nasrani. Maka, kalau orang beriman menjadikan mereka sebagai wali, pasti akan masuk dalam kendali kepentingan ke-walian mereka.

(Makna seperti ini hanya akan dipahami dengan ilmu ma’ani. Tanpa ilmu ini, kita tidak bisa menghubungkan penggalan ayat seperti itu). Untuk memastikan makna tersebut silahkan rujuk QS 2:20. “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” Rujuk pula QS 3: 118, QS.3: 149-150, QS. 9:23, dll. Untuk membuktikannya silahkan perhatikan konspirasi dunia sekarang, bahkan sepanjang zaman. Di manakah Islam dalam permainan bangsa-bangsa besar non muslim?

Surah Al-Maidah ayat 51 itu diakhiri dengan ungkapan, “Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” Sangat jelas sekali, ayat ini mewanti-wanti bahwa orang beriman yang mengangkat wali dari orang kafir akan diseret untuk jadi kafir juga. Dan, kalau pun mengaku muslim, dia hanyalah sebagai muslim zalim yang sudah dijauhkan dari petunjuk Allah.

Kalau mengambil orang kafir sebagai wali (dalam arti teman dekat, sekutu, atau penolong) sudah dilarang, padahal hubungan tersebut tidak menimbulkan otoritas kuat untuk mengatur sekutunya, larangan itu menjadi lebih kuat jika mengangkatnya sebagai wali dalam arti pemimpin. Oleh karena itu, penafsiran atau penerjemahan kata WALI atau AULIYA itu dengan PEMIMPIN sebenarnya lebih lunak. Sebab, itu masih membuka peluang untuk menjadikannya sebagai teman dekat atau sekutu, selama tidak terseret kepada lingkup pengaruh yang tidak diizinkan.

***

Mengenai sebab turun ayat tersebut, benar ada periwayatan yang menghubungkannya dengan kondisi perang. Akan tetapi, itu hanya sebagian saja dari beberapa periwayatan tentang sebab turunnya yang dikemukakan oleh para ahli tafsir.

Setidaknya ada empat katagori periwayatan yang berbeda terkait peristiwa, waktu/situasi, dan pelakunya. Ada yang meriwayatkan dalam kondisi perang, pasca perang, perangnya juga berbeda-beda, orang atau pelakunya juga berbeda-beda. Ada pula yang meriwayatkan dalam kondisi normal (bukan perang). Sedangkan ayat-ayat yang melarang mengangkat kafir sebagai wali yang tidak terkait dengan situasi perang justru lebih banyak, baik dalam bentuk larangan langsung atau bentuk pemberitaan.

Oleh karena itu, dalam hal hubungan sebab turun ayat dengan ayatnya, para ulama tafsir meletakkan kaidah baku sebagai metodologi penafsirannya. Yaitu, al-Ibrah bi Umul lafdzi la bi khusu Sabab (Titik pertimbangannya terletak pada generalitas makna ayat bukan pada khususnya sebab turun). Tentu saja sebab turun ayat itu penting, setidaknya untuk melihat orientasi makna. Tapi peristiwa dan situasi yang bersifat temporal tidak mungkin mereduksi pernyataan-pernyataan banyak ayat yang sangat tegas dan general. Untuk membuktikan nya silahkan rujuk QS. 3: 28, QS. 4: 138-139, QS. 4: 144, QS. 60: 13, QS. 5: 80-81, QS. 58: 14-15, dll.

***

Mengenai Rasulullah saw. tidak menolak kepemimpinan pamannya, yaitu Abu Thalib, itu memang benar adanya. Kalau Alquran diturunkan sekaligus, tidak berangsur, masalah tersebut boleh jadi layak dipertanyakan. Akan tetapi, kenyataan berbicara lain, Alquran diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Saat Abu Thalib masih hidup adalah saat awal perjuangan Islam di Mekkah.

Ayat-ayat yang diturunkan di sana baru menyangkut masalah-masalah pokok akidah. Adapun ayat-ayat syariah tentang berbagai kewajiban, seperti zakat, shaum, haji, termasuk masalah pemerintahan turun di Madinah. Itu terjadi jauh setelah Abu Thalib meninggal dunia. Jadi, di Mekkah itu belum ada aturan tentang kepeminpinan. Lagi pula, di saat itu Abu Thalib adalah satu-satunya tokoh Quraisy (yang tidak beriman) yang memberikan perhatian dan perlindungan kepada Rasulullah saw.

Dengan demikian, dalam penafsiran Alquran itu memerlukan ilmu pendukungnya, tidak bisa dikira-kira, apalagi diseret oleh keinginan atau kepentingan tertentu. Setiap lompatan atau penggalan kalimat dalam satu ayat, baik menggunakan kata sambung atau tidak, pasti mengandung makna yang dalam. Begitu pula pengulangan konsep sama yang tersebar pada beberapa ayat dan surat berbeda. Untuk mengungkap rahasia maknanya ada ilmunya, yaitu ilmu manasabah.

Maka apabila suatu masalah diungkapkan dalam banyak ayat tidak bisa hanya dikaji dan disimpulkan dari satu ayat. Ayat-ayat yang berhubungan tersebut harus dicari korelasinya, sehingga terjadi penafsiran ayat dengan ayat. Inilah derajat tafsir yang paling tinggi.

***

Sekarang ini muncul perbedaan pendapat di kalangan orang muslim tentang kriteria pemimpin. Perbedaan tersebut muncul antara lain karena adanya keriteria pemimpin yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Hanya ada dua kriteria pemimpin yang beliau sampaikan, yaitu al-qawiyy dan al-amien. Al-qawiyy adalah orang yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang baik untuk menjalankan tugas kepemimpinannya, sedangkan al-amien adalah orang yang jujur.

Dari sinilah timbul pendapat yang menyatakan bahwa yang penting pemimpin itu punya kompetensi memadai dan jujur. Iman tidak lagi harus jadi pertimbangan. Ini adalah kekeliruan besar, sebab al-amien yang dimaksud oleh Imam itu merupakan aktualisasi dari nilai intinya, yaitu khasyyatullah (takut kepada Allah) atau ketakwaan yang mendalam kepada Allah (Anda bisa merujuk buku aslinya al-Siyasah al-Syariyyah).

Hal ini sama kelirunya dengan menetapkan keriteria Shidiq, Amanah, fathonah, dan tabligh yang dibiarkan terbuka dan tidak dirujukan kepada nilai intinya. Padahal sifat-sifat tersebut adalah sifat Rasulullah saw. yang secara tergas dinyatakan bahwa beliau tidak mengatkan apapun dan tidak melakukan apapun kecuali atas bimbingan wahyu.

Jadi shidik (benar) itu standarnya apa? Yang pasti hanya Alquran. Amanah (jujur) itu jujur kepada siapa? Yang pasti hanya jujur kepada Allah. Rasulullah saw. sering mengalami cobaan berat, seperti saat dilempari batu di Thaif, tapi beliau tetap bersedia menerima penderitan lebih berat sekalipun asal tetap bisa jujur kepada Allah sehingga menggapai ridha-Nya.

Redaksi Dr. Aam Abdussalam M.Ag

Monday, January 2, 2017

Syaikhah Rahmah El Yunusiyyah Pahlawan Pendidikan yang Dilupakan

http://islamediaku.blogspot.co.id/2017/01/syaikhah-rahmah-el-yunusiyyah-pahlawan.html


Syaikhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah (1900-1969) adalah salah satu pahlawan wanita milik bangsa Indonesia, yang dengan hijab syar’i-nya tak membatasi segala aktifitas dan semangat perjuangannya.

Rahmah, begitu ia biasa dipanggil, adalah seorang guru, pejuang pendidikan, pendiri sekolah Islam wanita pertama di Indonesia, aktifis kemanusiaan, anggota parlemen wanita RI, dan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia.

Ketika Rahmah bersekolah, dengan bercampurnya murid laki-laki dan perempuan dalam kelas yang sama, menjadikan perempuan tidak bebas dalam mengutarakan pendapat dan menggunakan haknya dalam belajar. Ia mengamati banyak masalah perempuan terutama dalam perspektif fiqih tidak dijelaskan secara rinci oleh guru yang notabene laki-laki, sementara murid perempuan enggan bertanya. Kemudian Rahmah mempelajari fiqih lebih dalam kepada Abdul Karim Amrullah di Surau Jembatan Besi, dan tercatat sebagai murid-perempuan pertama yang ikut belajar fiqih, sebagaimana dicatat oleh Hamka.

Setelah itu, Rahmah mendirikan Madrasah Diniyah Lil Banaat (Perguruan Diniyah Putri) di Padang Panjang sebagai sekolah agama Islam khusus wanita pertama di Indonesia. Ia menginginkan agar perempuan memperoleh pendidikan yang sesuai dengan fitrah mereka dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tekadnya, “Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Saya harus mulai, dan saya yakin akan banyak pengorbanan yang dituntut dari diri saya. Jika lelaki bisa, kenapa perempuan tidak bisa?”

Rahmah meluaskan penguasaannya dalam beberapa ilmu terapan agar dapat diajarkan pada murid-muridnya. Ia belajar bertenun tradisional, juga secara privat mempelajari olahraga dan senam dengan seorang guru asal Belanda. Selain itu, ia mengikuti kursus kebidanan di beberapa rumah sakit dibimbing beberapa bidan dan dokter hingga mendapat izin membuka praktek sendiri.

Berbagai ilmu lainnya seperti ilmu hayat dan ilmu alam ia pelajari sendiri dari buku. Penguasaan Rahmah dalam berbagai ilmu ini yang ia terapkan di Diniyah Putri dan dilimpahkan semua ilmunya itu kepada murid-murid perempuannya.

Pada 1926, Rahmah juga membuka program pemberantasan buta huruf bagi ibu-ibu rumah tangga yang belum sempat mengenyam pendidikan dan dikenal dengan nama Sekolah Menyesal.

Selama pemerintahan kolonial Belanda, Rahmah menghindari aktifitas di jalur politik untuk melindungi kelangsungan sekolah yang dipimpinnya. Ia memilih tidak bekerja sama dengan pemerintah penjajah. Ketika Belanda menawarkan kepada Rahmah agar Diniyah Putri didaftarkan sebagai lembaga pendidikan terdaftar agar dapat menerima subsidi dari pemerintah, Rahmah menolak, mengungkapkan bahwa Diniyah Putri adalah sekolah milik ummat, dibiayai oleh ummat, dan tidak memerlukan perlindungan selain perlindungan Allah. Menurutnya, subsidi dari pemerintah akan mengakibatkan keleluasaan pemerintah dalam memengaruhi pengelolaan Diniyah Putri.

Kiprah Rahmah di jalur pendidikan membuatnya mendapatkan perhatian luas. Ia duduk dalam kepengurusan Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS). Pada 1935, ia diundang mengikuti Kongres Perempuan Indonesia di Batavia. Dalam kongres, ia memperjuangkan hijab sebagai kewajiban bagi muslimah dalam menutup aurat ke dalam kebudayaan Indonesia.

Pada April 1940, Rahmah menghadiri undangan Kongres Persatuan Ulama Seluruh Aceh. Ia dipandang oleh ulama-ulama Aceh sebagai ulama perempuan terkemuka di Sumatera.

Kedatangan tentara Jepang di Minangkabau pada Maret 1942 membawa berbagai perubahan dalam pemerintahan dan mengurangi kualitas hidup penduduk non-Jepang. Selama pendudukan Jepang, Rahmah ikut dalam berbagai kegiatan Anggota Daerah Ibu (ADI) yang bergerak di bidang sosial. Dalam situasi perang, Rahmah bersama para ADI mengumpulkan bantuan makanan dan pakaian bagi penduduk yang kekurangan. Ia memotivasi penduduk yang masih bisa makan untuk menyisihkan beras segenggam setiap kali memasak untuk dibagikan bagi penduduk yang kekurangan makanan. Kepada murid-muridnya, ia menginstruksikan bahwa seluruh taplak meja dan kain pintu yang ada pada Diniyah Putri dijadikan pakaian untuk penduduk.

Selain itu, Rahmah bersama para anggota ADI menentang pengerahan perempuan Indonesia sebagai wanita penghibur untuk tentara Jepang. Tuntutan ini dipenuhi oleh pemerintah Jepang dan tempat prostitusi di kota-kota Sumatera Barat berhasil ditutup.

Terimbas oleh Hajjah Rangkayo Rasuna Said yang terjun ke politik lebih dahulu, dan dengan kondisi Indonesia yang semakin terpuruk oleh penjajah Jepang, akhirnya Rahmah terjun ke dunia politik. Ia bergabung dengan Majelis Islam Tinggi Minangkabau yang berkedudukan di Bukittinggi. Ia menjadi Ketua Hahanokai di Padang Panjang untuk membantu perjuangan perwira yang terhimpun dalam Giyugun (semacam tentara PETA).

Seiring memuncaknya ketegangan di Padang Panjang, Rahmah membawa sekitar 100 orang muridnya mengungsi untuk menyelamatkan mereka dari serbuan tentara Jepang. Selama pengungsian, ia menanggung sendiri semua keperluan murid-muridnya. Ketika terjadi kecelakaan kereta api pada 1944 dan 1945 di Padang Panjang, Rahmah menjadikan bangunan sekolah Diniyah Putri sebagai tempat perawatan korban kecelakaan.

Hal ini membuat Diniyah Putri mendapatkan piagam penghargaan dari pemerintah Jepang. Menjelang berakhirnya pendudukan, Jepang membentuk Cuo Sangi In yang diketuai oleh Muhammad Sjafei dan Rahmah duduk sebagai anggota peninjau.

Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Setelah mendapatkan berita tentang proklamasi kemerdekaan langsung dari Ketua Cuo Sangi In, Muhammad Sjafei, Rahmah segera mengibarkan bendera Merah Putih di halaman perguruan Diniyah Putri. Ia tercatat sebagai orang yang pertama kali mengibarkan bendera Merah Putih di Sumatera Barat. Berita bahwa bendera Merah Putih berkibar di sekolahnya menjalar ke seluruh pelosok daerah.

Ketika Komite Nasional Indonesia terbentuk sebagai hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 22 Agustus 1945, Soekarno yang melihat kiprah Rahmah mengangkatnya sebagai salah seorang anggota.

Pada 5 Oktober 1945, Soekarno mengeluarkan dekrit pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Pada 12 Oktober 1945, Rahmah memelopori berdirinya TKR untuk Padang Panjang dan sekitarnya. Ia memanggil dan mengumpulkan bekas anggota Giyugun, mengusahakan logistik dan pembelian beberapa kebutuhan alat senjata dari harta yang dimilikinya. Bersama dengan bekas anggota Hahanokai, Rahmah mengatur dapur umum di kompleks perguran Diniyah Putri untuk kebutuhan TKR. Anggota-anggota TKR ini menjadi tentara inti dari Batalyon Merapi yang dibentuk di Padang Panjang.

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda kedua, Belanda menangkap sejumlah pemimpin-pemimpin Indonesia di Padang Panjang. Rahmah meninggalkan kota dan bersembunyi di lereng Gunung Singgalang. Namun, ia ditangkap Belanda pada 7 Januari 1949 dan mendekam di tahanan wanita di Padang Panjang. Setelah tujuh hari, ia dibawa ke Padang dan ditahan di sebuah rumah pegawai kepolisian Belanda berkebangsaan Indonesia. Ia melewatkan 3 bulan di Padang sebagai tahanan rumah, sebelum diringankan sebagai tahanan kota selama 5 bulan berikutnya.

Pada Oktober 1949, Rahmah meninggalkan Kota Padang untuk menghadiri undangan Kongres Pendidikan Indonesia di Yogyakarta. Ia baru kembali ke Padang Panjang setelah mengikuti Kongres Muslimin Indonesia di Yogyakarta pada akhir 1949. Rahmah bergabung dengan Partai Islam Masyumi. Dalam pemilu 1955, ia terpilih sebagai anggota Konstituante mewakili Sumatera Tengah. Melalui Konstituante, ia membawa aspirasinya akan pendidikan dan pelajaran agama Islam.

Pada 1956, Imam Besar Al-Azhar, Kairo, Mesir, Abdurrahman Taj, berkunjung ke Indonesia dan atas ajakan Muhammad Natsir, berkunjung untuk melihat keberadaan Diniyah Putri. Imam Besar tersebut mengungkapkan kekagumannya pada Diniyah Putri, sementara Universitas Al-Azhar sendiri saat itu belum memiliki bagian khusus perempuan.

Pada Juni 1957, Rahmah berangkat ke Timur Tengah. Usai menunaikan ibadah haji, ia mengunjungi Mesir memenuhi undangan Imam Besar Al-Azhar. Dalam satu Sidang Senat Luar Biasa, Rahmah mendapat gelar kehormatan “Syaikhah” dari Universitas Al-Azhar, dimana untuk kali pertama Al-Azhar memberikan gelar kehormatan itu pada perempuan.

Hamka mencatat, Diniyah Putri mempengaruhi pimpinan Al-Azhar untuk membuka Kuliyah Qismul Banaat (kampus khusus wanita) di Universitas Al-Azhar. Sejak saat itu Universitas Al-Azhar yang berumur 11 abad membuka kampus khusus wanita, yang diinspirasi dari Diniyah Putri di Indonesia yang baru seumur jagung.

Sebelum kepulangannya ke Indonesia, Rahmah mengunjungi Syria, Lebanon, Jordan, dan Iraq atas undangan para pemimpin negara tersebut.

Sekembalinya dari kunjungan ke berbagai negara di Timur Tengah, Rahmah merasa bahwa Soekarno telah terbawa arus kuat PKI. Ia merasa tidak nyaman berjuang di Jakarta, kemudian memilih kembali pulang ke Padang Panjang. Rahmah melihat bahwa mencurahkan perhatiannya untuk memimpin perguruannya akan lebih bermanfaat daripada duduk di kursi parlemen sebagai anggota DPR yang sudah dikuasai komunis. Ketika terjadi PRRI di Sumatera Tengah akhir 1958, akibat ketidaksetujuan atas sepak terjang Soekarno, Rahmah ikut bergerilya di tengah rimba bersama tokoh-tokoh PRRI dan rakyat yang mendukungnya.

Pada 1964, ia menjalani operasi tumor payudara di RS Pirngadi, Medan. Sejak itu hingga akhir hayatnya, hidupnya didedikasikan kembali sepenuhnya untuk Diniyah Putri.

Tampak pada foto, pahlawan ini mengenakan hijab syar’i dan baju kurung basiba dengan cara yang anggun, elegan dan modern yang menampakkan kecerdasannya dan kemajuannya dalam berpikir.

(redaksi;LuLu Basmah – diringkas dari berbagai sumber)

Sunday, January 1, 2017

Walikota Padang ini tertidur di Masjid di Malam Tahun Baru

Seorang pemimpin memang seharusnya memberikan keteladanan kepada masyarakat yang dipimpin. Tidak hanya dari sisi pemerintahan yang diamanahinya, akan tetapi juga dari sisi ruhiyahnya. 

foto:wikipedia

Keteladanan itu yang diperlihatkan oleh seorang Walikota Padang, Mahyeldi Ansharullah. Sumatera Barat, 25 Desember 1966; umur 50 tahun itu melakukan iktikaf di masjid pada malam pergantian tahun.

Di dalam masjid, ia tilawah dari jam 01.00. Setelah kelelahan, ia memilih untuk berbaring sejenak di karpet hijau. 

"Ini adalah sosok Walikota Padang, Buya Mahyeldi Ansharullah Hafizhahullah. Setelah seharian menjalankan amanahnya, Beliau memilih beriktikaf bersama sebagian masyarakat membaca Ayat Suci Al-Qur'an di salah satu masjid di kota Padang dan bersandar di tiang masjid hingga tertidur dengan sarung yang menutup wajahnya," kata Hendry Patopang yang menyaksikan pemandangan indah tersebut, Ahad (1/1/2017).

dakwahmedia.net

Foto itu pun mengundang beragam komentar kekaguman. 

"Ibadah dilabeli pencitraan? Pencitraan? Yang namanya ibadah ya ibadah, persoalan ada maksud lain atau tidak di balik itu biar jadi urusan dia sama Yang Maha Mengetahui," kata Rindah Islami. 

Sementara warga lain, Aditya Muhammad mengatakan memang orang Minang dari dulu diajarkan untuk tinggal di masjid. "Orang Minang dulu-dulu itu dari remaja sudah dianjurkan untuk tinggal di surau (masjid). Sholat serta mengaji adalah suatu hal yang wajar karena kehidupan masyarakat bersandarkan kepada paham adat basandi syarak,syarak basandi kitabullah," katanya. 
[bersamadakwah.net]

Tuesday, July 19, 2016

Kisah Kejeniusan Imam Syafi'i



Dikisahkan bahwa sebagian ulama terkemuka di Irak iri kepada Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu. Mereka membuat tipu daya kepadanya lantaran beliau lebih unggul dari mereka dari segi ilmu dan hikmah. 

Imam Syafi’i mendapatkan hati para pencari ilmu pengetahuan sehingga mereka hanya berminat dengan majelis pengajian beliau, mereka hanya mau tunduk dengan pendapat dan ilmu beliau. Oleh karena itulah, para ulama yang iri terhadap Imam Syafi’i membuat kesepakatan di antara mereka untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan yang rumit dalam bentuk teka-teki. Sehingga mereka dapat menguji kecerdasan beliau, seberapa mendalam dan seberapa matang ilmu beliau di hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid yang sangat kagum dengan beliau dan sering memuji beliau.

Setelah mereka selesai membuat pertanyaan-pertanyaan, mereka menyampaikan kepada khalifah yang ikut hadir dalam diskusi dan mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab oleh Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu dengan penuh kecerdasan dan kefasihan.

Berikut ini soal jawab tersebut kepada Imam Syafi'i

Pertanyaan pertama : Bagaimana pendapatmu hai Imam tentang seseorang yang menyembelih kambing di rumahnya kemudian dia keluar untuk suatu kepentingan atau keperluan, lalu dia kembali lagi lantas dia berkata kepada keluarganya, "Makanlah kambing ini. Sungguh kambing ini haram bagiku" Keluarga ini pun berkata, "Jika demikian juga haram bagi kami"

Jawaban 1 : Sesungguhnya laki-laki tersebut orang musyrik. Dia menyembelih kambing atas nama berhala, lalu dia keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan, dan ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi hidayah kepadanya untuk memeluk agama Islam, sehingga dia masuk Islam. Maka, kambing tersebut haram baginya. Ketika para keluarganya tahu bahwa lelaki tersebut masuk Islam, maka mereka pun ikut masuk Islam. Maka, kambing tersebut juga diharamkan atas mereka.

Pertanyaan kedua : Bagaimana pendapatmu jika Ada dua muslim yang sama - sama berakal minum arak. Salah satunya dikenai hukuman sedangkan yang lainya tidak kenai hukuman,?

Jawaban 2: Sebab salah satunya baligh sedangkan lainnya masih kecil

Pertanyaan ketiga : Ada lima orang melakukan zina terhadap seorang perempuan, maka orang pertama harus dibunuh, orang kedua dirajam, orang ketiga dikenai hukuman zina orang keempat dikenai separuh hukuman zina, dan orang kelima tidak dikenai hukuman apapun?

Jawaban 3: Orang pertama menganggap zina perbuatan halal, sehingga dia murtad dan dia harus dibunuh. Orang kedua adalah muhshan (orang yang pernah menikah). Orang ketiga adalah ghairu muhshan (belum pernah menikah). Orang keempat adalah seorang budak. Sedangkan orang kelima adalah orang gila.

Pertanyaan keempat : ketika ada seorang laki - laki melaksanakan sholat. Kemudian setelah dia mengucapkan salam ke kanan, istrinya tertalak. Ketika dia mengucap salam ke kiri, maka sholatnya batal, dan ketika dia melihat kelangit, maka dia wajib membayar seribu dirham?

Jawaban 4: Pada saat dia mengucap salam ke kanan, dia melihat seseorang yang istrinya dia nikahi ketika dalam keadaan suami sedang ghaib (tidak ada). 
Maka, ketika dia melihat suaminya datang, istrinya tertalak. 

Pada saat dia mengucap salam ke kiri, dia melihat najis pada pakaiannya, maka shalatnya batal. 

Pada saat dia melihat ke langit, dia melihat hilal (bulan sabit) telah tampak di langit dan dia mempunyai hutang seribu dirham yang seharusnya dibayar pada awal bulan sejak munculnya hilal.

Pertanyaan ke lima : Ada salah seorang imam melaksanakan sholat bersama empat orang didalam masjid lantas ada seorang yang masuk dan ikut melaksanakan sholat disebelah kanan imam. Ketika imam mengucap salam kekanan dan melihat lelaki tersebut, maka si imam wajib dibunuh sedangkan keempat makmum lainya wajib didera dan masjid tersebut wajib dirobohkan sampai dasarnya.

Jawaban 5: Sesungguhnya lelaki yang baru datang mempunyai seorang istri. Kemudian dia pergi dan menitipkan istrinya di rumah saudaranya, lalu si imam membunuh sang saudara tersebut. 

Si imam mengklaim bahwa perempuan tersebut merupakan istri orang yang terbunuh, lalu dia menikahi perempuan tersebut. Sedang empat orang yang ikut melaksanakan shalat adalah saksi pernikahan mereka. 

Lalu, masjid tersebut merupakan rumah orang yang terbunuh yang dijadikan sebagai masjid oleh si imam.

Pertanyaan ke enam: Bagaimana pendapatmu mengenai seseorang yang budaknya kabur, lalu dia berkata, "Budak tersebut statusnya merdeka jika saya makan sebelum saya menemukanya."Bagaimana solusi dari ucapan tersebut?

Jawab 6: Dia memberikan budaknya kepada sebagian anaknya, kemudian dia makan, lalu dia meminta lagi budak yang telah diberikannya.

Pertanyaan ke tujuh : Dua orang perempuan bertemu dua lelaki muda, lalu kedua perempuan tersebut berkata, "Selamat datang dua anak kami, dua suami kami, dan dua anak suami kami?"

Jawaban 7: Sesungguhnya dua lelaki muda tersebut merupakan anak dari kedua perempuan terebut. 

Lantas masing-masing dari kedua perempuan tersebut menikah dengan laki-laki perempuan satunya. 

Jadi, kedua lelaki muda tersebut merupakan anak dari kedua perempuan tersebut, suami dari kedua perempuan tersebut, dan anak dari (mantan) suami dari kedua perempuan tersebut.

Wednesday, January 27, 2016

Antara Jomblo dan Westminster Abbey

Westminster Abbey, atau secara resmi disebut The Collegiate Church of St. Peter.


Barangkali ia amat dikenal sebab dipakai untuk pernikahan Pangeran William dengan Catherine Middleton pada 29 April 2011 lalu. Adapun pernikahan kerajaan pertama yang tercatat di sini adalah Raja Henry I dengan putri Matilda dari Skotlandia,11 November tahun 1100.

Status Westminster Abbey sejak 1560 sebenarnya bukan lagi Cathedral dan Abbey, melainkan semata sebagai Royal Peculiar.

Kata Abbey diturunkan dari bahasa Latin, Abbatia, berasal-usul dari Bahasa Aramaic Abba, yang berarti “Bapa”, sebagaimana dalam Bahasa Arab. Abbey, adalah tempat mendidik para calon Bapa gembala gereja yang orangnya disebut Abbot. Para Novis, calon Abbot dan para pembimbingnya menjalani kehidupan kerahiban kebiaraan di dalamnya; tidak menikah, tidak mengejar kesenangan duniawi, hanya beribadah dan menghayati kemiskinan Kristus.

Asal mula hidup kerahiban di dunia Nasrani adalah persekusi yang terjadi di masa kekaisaran Romawi. Ketika para perintis dengan imannya kepada Allah, keyakinannya pada hukum Taurat, & keteguhannya pada kasih sayang Injili ditindas, disiksa, disalibkan, diumpan pada binatang buas, dibakar, dan dibantai; beberapa imamnya kemudian menawarkan pada Kaisar dan para panglima:

“Bangunkan untuk kami sebuah biara di tempat terpencil, yang di sana kami akan beribadah, menggali sumur, menanam sayuran, dan kami tidak akan ikut campur urusan kalian.”

Jalan tengah itu banyak diambil, dakwah mereka yang semula dianggap menggangu kekuasaan diganti dengan hanya semata beribadah dalam sunyi.


..Dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (kerahiban) padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.. (QS. Al-Hadid [57] :27)


Betapa Maha Bijaksana Rabb kita ‘Azza wa Jalla; jalan kerahiban ini oleh Al Quran tetap dipuji niat awalnya; “untuk mencari keridhaan Allah.” Yang ditukas olehNya adalah, karena ia tak sesuai fithrah, sedang mereka tak memeliharanya dengan kesucian, maka lahirlah banyak penyimpangan dan penyelewengan yang sampai di dunia modern inipun, pemimpin Gereja Anglikan, Uskup Agung Canterbury Rowan William pernah dengan amat malu mengakui dan memohon maaf atas kekejian yang dilakukan para abbotnya, yang sering korbannya anak-anak.

Kita cukup berbahagia dengan petunjuk Nabi Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam ketika datang 3 orang yang masing-masing berkata, “Saya akan terus beribadah dan tak ingin menikah”, ” Saya akan terus shalat malam dan tak usah tidur”, serta “Saya akan puasa selalu dan tiada hari jeda berbuka.” Maka beliau menyatakan bahwa diri beliau, hamba Allah yang paling taqwa, shalat tapi juga tidur, puasa tapi juga berbuka, dan beribadah namun tetap berrumahtangga. Nikah itu sunnah beliau serta para Nabi, dan siapa yang membenci sunnah itu, bukan bagian dari ummat beliau.

Duhai para lelaki shalih, jangan berlama merahibkan diri, eh menjomblo.

Redaksi, Ust. Salim A Fillah

Monday, October 6, 2014

Hari Hijab Pertama Dunia

NEW YORK – Hari Jibab dunia dicetuskan Muslimah New York, Nazma Khan. Ia melihat jilbab bisa menjadi simbol toleransi dan kerukunan antarumat beragama.
Selain itu, peringatan ini diharapkan pula mendorong pemahaman yang lebih baik tentang Islam dan Muslim.
“Tumbuh di Bronx, aku mengalami diskriminasi karena jilbab. Waktu itu aku sering dianggap seperti batman atau ninja,” katanya seperti dikutip onislam.net, Jumat (1/2).
Dari masa lalunya itu, ia tergerak untuk membuat satu kegiatan yang mempromosikan jilbab. Beruntung, gagasannya disambut baik perempuan di seluruh dunia.
Nazma Khan Sosok dibalik Hari Hijab Sedunia
Seorang perempuan asal New York, Amerika Serikat, Nazma Khan, melakukan kampanye melawan stigma negatif hijab (jilbab). Ide Hari Hijab Sedunia pada 1 Februari pun menggema melalui situs jejaring sosial dan menjalar ke 50 negara di seluruh dunia.
Muslimah berjilbab masih dianggap aneh di negara-negara Barat. Dituding Osama bin Laden-lah, teroris-lah, kuno, simbol penindasan pria terhadap perempuan muslim, simbol diskriminasi, dan sejuta tuduhan negatif lain. Semua tuduhan itu membuat Nazma Khan prihatin.
Apalagi pengaruhnya secara psikologis sangat buruk terhadap umat Islam di dunia. Karena itu, dia pun merintis gerakan memakai hijab bagi semua perempuan di dunia, baik muslim maupun non-muslim. Bagi non-muslim, ide ini menarik sebab menjadi semacam petualangan dalam berbusana yang juga bernuansa spiritual. Juga sebagai seruan toleransi.
Maka, pada Hari Hijab Sedunia, mereka pun mengenakan jilbab secara massal di sejumlah kota sebagai bagian dari upaya memahami pilihan para muslimah. Dan Nazma Khan sendiri mengalami betapa pahit hidup di lingkungan yang tak ada toleransi.
“Tumbuh di Bronx, New York, saya mengalami diskriminasi yang besar karena hijab saya,” kata Khan di sela-sela aksinya memperinhati Hari Hijab Sedunia pertama, Jumat kemarin. Perempuan ini pindah ke New York dari Bangladesh pada usia 11 tahun. Dia merupakan satu satunya Hijabi (istilah untuk pemakai jilbab) di sekolahnya.
Di sejumlah negara dengan mayoritas muslim, kata dia, jilbab banyak dijual di pasaran. Tapi tidak di New York. Memakai jilbab diolok-olok sebagai ninja atau Batman. “Ya, di sekolah menengah saya, itu merupakan Batman atau ninja,” katanya.
Khan masuk kuliah tak lama setelah peristiwa 9/11. Setelah itu kebencian terhadap dirinya bertambah. Dan semua itu hanya karena dia berjilbab.
“Mereka memanggil saya Osama Bin Laden atau teroris. Itu sangat mengerikan. Saya berpikir satu-satunya cara untuk mengakhiri diskriminasi ini adalah jika kita meminta rekan kita untuk merasakan sendiri pengalaman berhijab,” katanya.
Dia pun menyerukan, bahwa dirinya seorang muslimah. Bukan Batman atau ninja. Apalagi teroris. “Ayo mencoba merasakan berjilbab,” katanya.
Dan Khan tidak menyangka bila akhirnya aksi itu mendapat dukungan dari berbagai negara. Dia pun kebanjiran telepon dari berbagai belahan dunia. Dia dihubungi oleh puluhan orang dari berbagai negeri termasuk Inggris, Australia, India, Pakistan, Prancis, dan Jerman. “Informasi mengenai kelompok ini telah diterjemahkan ke dalam 22 bahasa,” katanya.
Sempat Takut
Esther Dale (28), yang tinggal di negara bagian California, AS, misalnya. Dia merupakan perempuan non-muslim yang mencoba menggunakan jilbab pada Jumat kemarin. Ibu tiga anak ini diberitahu oleh seorang temannya yang merupakan seorang hijabi. Dan rasanya, dia nyaman berjilbab.
Sebagai penganut Mormon, Dale paham pentingnya keyakinan dalam kehidupan sehari-hari. Dia juga merasakan tuduhan yang didapat hanya karena pakaian yang dikenakan. Dia mengetahui stigma terhadap penutup kepala dan berharap pula dalam kesempatan ini dapat digunakan untuk menghapusnya.
“Saya mengetahui mengenai kesantunan dalam perilaku, tidak hanya pakaian, dan ini hanya merupakan asumsi yang salah bahwa perempuan menggunakannya jika mereka dipaksa – terutama di AS. Ini merupakan kesempatan yang baik untuk mendidik orang bahwa Anda tidak dapat memberikan tuduhan yang akurat mengenai seseorang berdasarkan apa yang mereka kenakan,” kata Dale.
Esther Dale mengungkap masih ada yang disalahpahami dari jilbab. Padahal, jilbab itu mencerminkan kesopanan. Artinya, salah bila perempuan memakainya karena terpaksa. “Itu sama sekali tidak benar,” kata dia seperti dikutip onislam.net, Jumat (1/2).
Lain Dale, lain pula Jess Rhodes. Wanita asal Inggris ini juga ambil bagian dalam acara tersebut. Ia memutuskan ikut setelah mengetahui acara itu melalui internet. Bahkan dia sudah berjilbab selama 8 hari dan akan terus mengenakan hijab selama satu bulan.
“Jujur, aku tidak begitu tahu bagaimana mengenakannya, tapi ini merupakan hal menarik, karena terkait pilihan hidup seorang muslimah,” kata Jess yang saat ini tercatat sebagai seorang mahasiswi.
Jess mengatakan orang tuanya sempat terkejut dengan apa yang dilakukannya. Namun, dia coba jelaskan apa tujuannya. “Reaksi orang tua, ehm, sedikit terkejut. Wajar memang, tapi setelah dijelaskan mereka akhirnya mengerti,” katanya.
Menurut Jess, reaksi orang tuanya mencerminkan kondisi nyata dari pandangan masyarakat Inggris terhadap jilbab. Karena itulah dia semakin termotivasi untuk ambil bagian dalam Hari Hijab Sedunia. “Mereka khawatir saya akan diserang di jalanan karena adanya kesenjangan toleransi,” katanya.
Dia juga sempat khawatir dengan reaksi ini, tetapi setelah delapan hari menggunakan jilbab dia terkejut dengan situasi positif yang dialaminya. “Saya tidak dapat menjelaskan tetapi orang-orang sangat membantu, terutama di toko-toko,” kata dia.
Widyan Al Ubudy, wanita asal Australia, merupakan pihak yang menginformasikan acara tersebut kepada Jess. Baginya, sangat penting bagi perempuan non-muslim ambil bagian dalam acara ini. Sebab, melalui mereka, kesalahpahaman dapat diluruskan. “Saya tidak terlatih menggunakan apa yang Anda sebut sebagai jilbab. Anda tinggal memasukkannya ke kepala Anda. Tetapi saya menemukan bahwa jangkauannya sangat luas, ” kata mahasiswi dari Norwich Inggris ini. (bbc/wis/rol)