Sunday, January 1, 2017

Takaran Keimanan dan Alquran Dalam Dunia Pendidikan

Tersebar di berbagai media berita berita yang menyesakkan dada, umat muslim terusik dengan kenyataan buruk yang dilihatnya. Muslimah yang bekerja di sebuah warung makan yang menjual nasi uduk dengan lauk utamanya babi, guru agama yang mencabuli siswanya, isu tentang dibolehkannya minuman keras dijual di minimarket dengan pengawasan dan batasan, penodaan terhadap wanita yang dilakukan oleh perorangan atau sekelompok pemuda, kembalinya dakwah sesat qiyadah dan gafatar, dan yang semisalnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.



Namun ada satu berita yang pernah tersebar sebelum itu semua, tidak hanya nasiolan bahkan dunia internasionalpun memberitakannya, bahwa dari indonesia muncul hafidz termuda yang menjuarai lomba internasional hafalan alqur’an, itulah Musa hafidhahullah.

Alqur’an Dalam Dunia Pendidikan
Betapa rindunya muslim hidup dalam naungan hukum yang disyari’atkan Allah Azza wa Jalla, tentunya tidak mungkin keharaman dan dosa bebas menampakkan dirinya di khalayak ramai –hal ini tentu tidak berarti mengizinkan untuk melokalisasikan keharaman dan dosa-, namun kurang pahamnya orang Islam sendiri terhadap hikmah dan keadilan hukum Islam, dan stigma buruk syari’at Islam yang selalu dikampanyekan orang-orang yang benci terhadap Islam, menjadikan sebagian orang Islam tidak menerima, ragu dan takut bila hukum Islam ditegakkan. Adapun orang kafir tentu kalimat penolakannya sangat tegas dan keras, bahkan disertai penghinaan.

Diperparah lagi kondisi dunia pendidikan yang tergambar dalam sikap taklid terhadap sistem pendidikan dan pengajaran asing (kafir) yang menjadikan negara kita sebagai arena percobaan sistem tersebut (sistem PAUD sampai perguruan tinggi), yang telah terbukti dengan kejadian kejadian yang kita saksikan hari ini di negeri kita sendiri, bahwa hasilnya lebih banyak merusak daripada memperbaiki, lebih membahayakan daripada memberi manfaat.

Pendidikan (sekolah negri) di negeri yang banyak didiami muslim ini kurang memperhatikan atau kalau boleh disebut tidak memperhatikan pendidikan agama Islam, porsi yang diberikan hanya dua jam dalam sepekan, padahal begitu padat syubhat dan syahwat yang melanda, merusak generasi Islam.

Sekolah swasta yang berlabel Islam pun ketika menyadari bahwa pelajaran agama harus ditambah jamnya mencoba menyeimbangkan atau bahkan melebihkannya. Hasilnya jam pulang anak lebih lama karena ada pelajaran agama yang akan diajarkan setelah pelajaran umum selesai diberikan. Meski ada kebaikan di dalamnya namun tidak fokus dan memberatkan dengan banyak materi yang diajarkan yang hakikatnya tidak perlu diajarkan pada jenjangnya.

Bila kita membaca sejarah para ulama besar Islam semasa kecil, maka akan kita dapati mereka telah menghafal al qur’an sejak kecil, semisal Musa. Usia 6, 7, 10 tahun alqur’an telah di dada, Imam As Syafi’i, Imam At Thabari, Ibnu Khaldun hapal alqur’an diusia 7 tahun. Setelah itu ilmu lain akan dilahap dengan mudahnya.

Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam ini menyadarkan kita akan pentingnya alqur’an dalam dunia pendidikan kita, khoirukum man ta’allama qur’an wa ‘allamahu, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari), bahkan kemulian atau kehinaan suatu kaum tergantung pada bagaimana mereka mensikapi alqur’an :

‘Sesungguhnya Allah akan memuliakan suatu kaum dengan kitab ini (Al Qur`an) dan menghinakan yang lain.” (HR. Muslim)

Meski menghafal penting, ada yang lebih penting lagi yaitu penanaman nilai nilai iman sebelum alqur’an dihafal, inilah jalannya para sahabat :

عَنْ جُنْدُبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ فَتَعَلَّمْنَا الْإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا
Dari Jundub bin Abdullah ia berkata; “Ketika kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, pada saat itu kami merupakan sosok pemuda-pemuda yang mendekati usia baligh. Kami belajar iman sebelum mempelajari Al Qur`an, kemudian kami mempelajari Al Qur`an, maka dengan begitu bertambahlah keimanan kami.” (HR. Ibnu Majah)

Dan tentunya tuntutan iman adalah mengamalkan alqur’an
Ziyad bin Labid berkata, “Pernah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menyebut sesuatu lalu beliau bekata “itu terjadi pada saat-saat dicabutnya ilmu.” Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana mungin ilmu akan lenyap padahal kami senantiasa membaca al qur’an dan kami membacakannya pada anak-anak kami, dan anak-anak kami membacakannya pada anak-anak mereka sampai hari kiamat?, beliau bersabda, “sungguh celaka, selama ini aku yakin bahwa kamu adalah orang yang paling faham di kota madinah ini, bukankah orang-orang Yahudi dan Nashrani membaca Taurat dan Ijil, namun mereka tidak mengamalkan kandungannya?! (HR. Ibnu Majah)

Kiranya lembaga sekolah merubah pola pendidikannya dan mulai mencontoh kurikulum ayahnya Musa sebagai tangga awal untuk menyelamatkan generasi Islam, dan mengutamakan iman sebagai cahaya yang menunjuki pengamalan alqur’an.

Bila yang sudah dewasa dan tua ini belum juga hapal alqur’an, apakah itu juga akan terjadi dengan anak anak kita?, bila anak kita sekolahnya sama dengan jenjang sekolah yang dulu kita pernah melewatinya, akankah iman tertanam didadanya dan alqur’an sejak dini dihafalnya? Allahulmusta’an wailaihi tuklan.
[arrisalah.net]

0 comments: